Menjadikan Candi Borobudur Milik Semua

Menjadikan Candi Borobudur Milik Semua

Menjadikan Candi Borobudur Milik Semua; Mencegah bertambahnya kerusakan Candi Borobudur di Magelang, menjadi prioritas pemerintah. Selain faktor alam seperti iklim dan bencana, penyumbang kerusakan adalah ulah pengunjung yang tidak mematuhi aturan.

Kepala Balai Konservasi Candi Borobudur Wiwit Kasiyati mengungkapkan, vandalisme yang dilakukan pengunjung mencapai puncaknya pada tahun 2000. Meski sudah ada larangan, banyak wisatawan yang datang untuk berfoto-foto dengan menaiki stupa. Lebih parah lagi ada yang mencoret-coret dan menempelkan permen karet di dinding candi.

“Memang secara data grafik untuk vandalisme dan sampah dari pengunjung memang menurun. Tahun 2000 itu tinggi-tingginya. 3-5 tahun lalu sudah menurun. Tak lepas kita sosialisasi dan teman-teman satpam mengingatkan dan ada papan larangan,” kata Wiwit kepada merdeka.com, pekan lalu.

Wiwit menyayangkan, banyak pengunjung yang naik ke atas candi hanya untuk selfie dan berfoto-foto. Seharusnya, mereka berkeliling mempelajari relief dengan pemandu. Dengan mempelajari sejarah Borobudur, Wiwit berharap rasa memiliki dan rasa ingin melestarikan bisa muncul.

“Kalau cuma selfie nanti rasa memiliki kurangnya. Kalau rasa memiliki muncul, pengunjung tidak akan corat-coret maupun menempelkan permen karet,” ujarnya.

Terkait kerusakan Candi Borobudur, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Kebudayaan Manusia (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan pemerintah sedang melakukan konservasi untuk melestarikan bangunan Candi Borobudur agar tidak mengalami kerusakan yang lebih parah.

Pemerintah ingin menjaga eksistensi warisan dunia tetap terjaga dan bisa dinikmati semua kalangan. “Niat kita kepingin menyelamatkan bangunannya karena masuk ranking pertama warisan dunia yang ditetapkan oleh Unesco,” kata Muhadjir Effendi di kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes) Gunungpati, Rabu (8/6) lalu.

Muhadjir mengaku khawatir dengan tingkat kerusakan Candi Borobudur saat ini. Bahkan, ada sejumlah kerusakan yang menyebabkan bangunan itu menjadi miring.

“Kita tahu sudah ada yang miring dan harus diberi penyangga. Kita tidak ingin kondisi yang rusak terjadi terus. Jadinya memang perlu ada konservasi atau perlindungan karena Candi Borobudur sudah menjadi petilasan yang sangat mendunia,” tambahnya.

Bukan Upaya Komersialisasi
Rencana kenaikan harga tiket naik Candi Borobudur yang akhirnya dibatalkan pemerintah sempat memunculkan tudingan miring terhadap pengelola. Harga tiket yang mahal dinilai sebagai bentuk komersialisasi.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno membantah anggapan itu. Karena niat pemerintah adalah menjaga kelestarian dan menjaga konservasi Candi Borobudur sebagai cagar budaya.

“Kita perlu bergandengan tangan dan jangan saling caci maki apalagi ada anggapan ini untuk komersialisasi. Justru kita fokusnya untuk menjaga Candi Borobudur yang sangat kita cintai ini,” kata Sandiaga dalam konferensi pers di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta, Senin (13/6).

Soal berapa harga tiket untuk naik ke atas candi, Sandi mengatakan, keputusan akan dibahas bersama dengan para pihak yang berkepentingan. “Kami akan kaji bersama dengan pengelola taman wisata, balai konservasi. Pentahelix dengan pelaku UMKM dan termasuk tokoh agama dan tokoh masyarakat di sekitar,” kata dia.

“Kami tidak ingin tidak berempati dengan masyarakat yang membutuhkan tambahan penghasilan,” imbuhnya.

Sementara anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus menyatakan, banyak pilihan lain yang bisa dilakukan pengelola untuk membatasi pengunjung naik ke Candi Borobudur. Politikus PDI Perjuangan itu mengusulkan menawarkan solusi dengan sistem pendaftaran melalui aplikasi.

“Lakukan saja kebijakan, siapa yang datang lebih dulu, boleh naik hingga jumlah maksimum yang ditetapkan. Atau siapa yang mendaftar lebih dulu melalui aplikasi, boleh naik,” ujarnya.

Dua cara itu, lanjut dia, harus dikombinasikan agar pengunjung yang telah mendaftar lebih dulu lewat aplikasi maupun pengunjung yang datang lebih dulu bisa mendapat peluang yang sama naik ke Candi Borobudur. “Agar ada keadilan antara yang punya akses ke aplikasi dengan yang tidak,” ujarnya.

Dia mengingatkan, tudingan komersialisasi akan terus muncul jika rencana kenaikan harga tiket dilanjutkan. Masyarakat miskin atau yang berpenghasilan pas-pasan tidak bisa lagi menikmati berwisata ke situs warisan dunia.

“Orang miskin tidak akan mampu bayar harga tiket setinggi itu, apalagi bila datang dengan keluarga. Harga tiket itu bisa lebih besar dari UMR buruh bila berkunjung dengan keluarga. Harusnya yang dibatasi jumlah orangnya saja, dan bukan kemampuan keuangannya,” pungkas Deddy.

Candi Borobudur Versi Metaverse
Setelah polemik dan penolakan muncul, Sandiaga menyatakan pemerintah kini sedang menyiapkan pola kegiatan baru yang bisa dinikmati para pengunjung Candi Borobudur. Salah satunya dengan menikmati museum 3 Dimensi yang memberikan pengalaman para wisatawan naik ke stupa candi dengan menggunakan teknologi.

“Museum 3D ini memberikan kesempatan buat naik ke stupa candi tapi sambil duduk di pelataran dan membaca relief dari candi yang penuh dengan kearifan lokal,” kata dia.

Pengembangan teknologi ini kata dia sebagai upaya pemerintah menjaga dan memastikan kelestarian Candi Borobudur. “Pemerintah akan memastikan segala daya dan upaya untuk menjaga kelestarian Candi Borobudur,” tegasnya.

Usulan penggunaan teknologi juga disuarakan pakar dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Candi Borobudur dibuat versi virtual di Metaverse sebagai alternatif bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana candi tanpa harus menaiki bangunan fisiknya.

“Melalui metaverse nanti seolah-olah bisa menikmati tidak hanya secara visual, tetapi seolah naik Candi Borobudur,” kata Wiwit Suryanto, Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat FMIPA UGM, Jumat (10/6).

Ide itu akan menjadi jalan tengah antara kepentingan pelestarian Candi Borobudur dan aspek pariwisata. Ke depan, masyarakat yang bisa naik ke Candi Borobudur secara fisik adalah mereka yang memiliki kepentingan khusus, misalnya terkait kepentingan keagamaan atau penelitian.

Wiwit menambahkan, penggunaan teknologi virtual akan menghindari dampak dari rencana kenaikan harga tiket. “Kaki kita seolah-olah berat naik tangga candi. Suasana juga bisa dibuat seperti sensasi saat sunrise,” kata Wiwit.

Namun untuk mewujudkan itu semua, diperlukan studio khusus yang bisa didirikan di kawasan candi dengan dilengkapi peralatan penunjang teknologi metaverse. Wiwit mengatakan FMIPA UGM siap jika diajak kerja sama untuk mendukung pengembangan teknologi itu.

Usulan penggunaan teknologi itu mendapat dukungan Ketua Umum Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) dan peneliti Borobudur Marsis Sutopo. Upaya pelestarian Candi Borobudur dapat terus dilakukan sambil pengelola menyesuaikan selera pengunjung dari kalangan generasi Z.

“Kita juga harus memikirkan selera generasi Z karena sudah tersedia informasinya di metaverse. Maka, daripada panas-panas, cukup buka laptop, kemudian melihat Borobudur melalui metaverse,” kata dia.

(Source: merdeka.com)

Leave a Reply