Misteri Tak Terpecahkan: Sosok Tentara Pembunuh Dua Eks Intelijen Amerika

Misteri Tak Terpecahkan: Sosok Tentara Pembunuh Dua Eks Intelijen Amerika

Misteri Tak Terpecahkan: Sosok Tentara Pembunuh Dua Eks Intelijen Amerika; Pemerintah RIS menyesalkan pembunuhan dua warga Amerika Serikat di jalur Cimalaka-Tomo, Sumedang. Pemerintah AS sempat mencurigai keterlibatan aparat militer setempat. Dua mantan intelijen Amerika tewas di Indonesia. Mereka adalahR.J. Doyle yang saat itu berstatus jurnalis majalah Time dan Profesor Raymond Kennedy dari Yale University.Dua warga AS tersebut ditembak mati oleh sekelompok pasukan bersenjata di jalur Cimalaka-Tomo.

Usai melakukan penembakan, para pelaku yang sebagian berwajah khas Indonesia timur itu, langsung mendatangi penduduk sekitar tempat kejadian. Mereka mengancam warga untuk tutup mulut.

Namun para penduduk kampung tak menghiraukan ancaman orang-orang bersenjata tersebut. Sehari kemudian, mereka lantas melaporkan kejadian itu ke pos tentara RIS terdekat.

Kisah Hidup Mohammad Mochtar, Aktor yang Dijuluki Tarzan Van Java
Atas dasar laporan itu kemudian, pada 29 April 1950 sekelompok tentara dan petugas dari Polisi Tentara bergerak ke bekas tempat kejadian perkara. Seterusnya, dengan dibantu para penduduk, mereka menggali kembali kuburan kedua warga AS tersebut.

Aparatur RIS lantas membawa kedua jasad itu ke Bandung. Setelah menjalankan autopsi dan identifikasi, mereka menyampaikan soal itu kepada Letnan Kolonel F. Day, seorang peninjau militer Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) asal Inggris.

Lewat Letnan Kolonel F. Day itulah berita kematian Kennedy dan Bob diterima oleh Letnan Kolonel Karl Hisgen, peninjau PBB asal AS. Hisgen kemudian meneruskan berita duka itu ke Kedutaan Besar AS di Jakarta.

Janji Pemerintah RIS
Pemerintah RIS sendiri secara resmi mengecam aksi pembunuhan tersebut. Duta Besar RIS di AS, Ali Sastroamidjojo malah langsung mendatangi kediaman Rubby Jo Kennedy. Kepada janda Raymond Kennedy tersebut, Ali menyatakan bela sungkawa yang mendalam dan berjanji akan mengupayakan segala cara agar masalah tersebut terselesaikan secara adil.

Lewat Menteri Penerangan Arnold Manonutu, Perdana Menteri Mochamad Hatta juga menjanjikan akan mengintruksikan aparat keamanan Indonesia untuk menangani kasus itu secara tuntas.

“(Kami berjanji) tidak akan menelantarkan, sampai kejadian misterius dan menyedihkan ini terungkap dan para pelakunya dibawa ke pengadilan,” kata Manonutu dalam The Day edisi 29 April 1950.

Lantas siapa kira-kira pelaku sebenarnya pembunuhan tersebut?

Ulah Tentara Belanda atau Indonesia?
Kendati media-media Barat cenderung mengarahkan pelaku pembunuhan itu kepada kelompok Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), namun pihak Indonesia memiliki versi sendiri. Menurut anggota parlemen Indonesia dari Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Sudiyono Joyoprayitno, pembunuhan itu merupakan ulah para prajurit Belanda (KST) yang memiliki pos di kawasan tersebut.

“Profesor itu dibunuh karena memiliki catatan-catatan mengenai hubungan tentara Belanda dengan para pengacau, terutama dengan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo,” ujar Sudiyono dalam buku Memenuhi Panggilan Tugas Jilid:III karya A.H.Nasution.

Sejarawan Stef Scagliola justru meragukan jika pelaku pembunuhan kedua warga AS itu adalah unsur-unsur dari pihak Belanda. Meskipun secara eksplisit tidak bisa menyebutkan siapa pelaku sesungguhnya, namun dalam pandangan ahli sejarah militer Belanda tersebut, adalah suatu ‘kebodohan’ jika benar KST adalah pelakunya.

“Apakah mungkin saat melakukan misi yang seharusnya serba tertutup itu, mereka memakai seragam lengkap dengan baret hijaunya?” ujar Stef.

Kasus Tak Terselesaikan
Kecurigaan terhadap militer Indonesia sendiri bukannya tidak ada. Dalam telegramnya kepada pihak Sekretaris Negara (No.256D.113 tertanggal 26 Oktober 1950), Duta Besar AS untuk RIS, H.Merle Cochran menyatakan telah mendapatkan ‘bukti-bukti lanjutan’ dari adanya keterlibatan perwira TNI (maksudnya APRIS) pada kasus pembunuhan tersebut.

Meskipun membantah secara keras kecurigaan AS itu, pada kenyataannya pihak Indonesia sendiri tak pernah transparan dan tegas menangani kasus tersebut. Menurut sejarawan Robert Shaffer, pemerintah RIS memang pernah menangkap empat tersangka pembunuhan itu, namun karena dianggap kurang bukti, mereka pun dilepas kembali.

“Cochran berulang kali meminta laporan perkembangan, tetapi tak ada kejelasan dari kasus itu,” ujar Shaffer dalam World History Connected Vol.13. No.1.

(Source: Merdeka.com)