Pandai Melucu, Haji Agus Salim Dijuluki Sinterklaas dari Indonesia; Ada yang menjadi ciri khas Haji Agus Salim yang tidak dimiliki pejabat-pejabat pemerintah RI seangkatannya. Kepandaiannya membuat lelucon. Begitu identiknya dengan cerita-cerita jenaka, hingga banyak orang yang pernah mengenalnya tak pernah merasa berjarak dengan sosok lelaki yang dijuluki Bung Karno sebagai The Grand Old Man tersebut.
Bibsy Soenharjo alias Siti Asia, mengakui kebiasaan bercanda dari sang ayah. Dia juga ingat jika soal ekspresi, Haji Agus Salim sangat memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. Bisa jadi karena itulah, anak-anak Haji Agus Salim tumbuh menjadi manusia-manusia cerdas dan egaliter. Di bawah didikan langsung sang ayah mereka menguasai banyak pengetahuan terutama dalam soal bahasa asing.
“Patjee (panggilan akrab keluarga untuk HAS) tak pernah memerintahkan atau memaksa kami untuk belajar. Kalaupun dia ingin memberitahu sesuatu, pasti dilakukannya dalam suasana santai dan penuh jenaka,” kenang Bibsy.
Kisah Lucu
Diplomat senior Mohamad Roem membenarkan pendapat Bibsy. Berbeda dengan guru-guru pada umumnya, Haji Agus Salim tak pernah menampilkan dirinya sebagai seorang yang paling tahu, sekalipun dengan para muridnya. Materi pengajaran akan mengalir begitu saja laiknya obrolan sesama kawan.
“Dia selalu tanamkan kemauan untuk mencari sendiri pengetahuan lebih lanjut,” ungkap Roem dalam buku Manusia dalam Kemelut Sejarah.
Roem pernah memiliki kisah lucu bersama Haji Agus Salim. Ketika tinggal di Tanah Tinggi, Jakarta, jalan menuju rumah HAS selalu becek jika turun hujan. Situasi tersebut tak jarang menjadikan para pemuda pergerakan yang kerap mengunjungi rumah HAS harus turun dari sepeda dan mengangkatnya ke atas guna menghindari lumpur yang memenuhi ban sepeda.
Fakta itu bagi seorang Haji Agus Salim bisa menjadi bahan lelucon yang bisa memacing tawa segar. Dalam suatu pertemuan dengan para pemuda seangkatan Roem, pernah tetiba Haji Agus Salim memulai kata pembuka dengan kisah lucu tersebut.
“Hari ini anda datang secara biasa. Kemarin peranan sepeda dan manusia terbalik: manusia justru yang ditunggangi sepeda…” katanya disambut gelak tawa para muridnya.
Sinterklaas dari Indonesia
Bukan hanya orang Indonesia saja yang merasakan hal tersebut. Jef Last, salah satu tokoh sosialis Belanda, termasuk manusia yang sangat mengagumi Haji Agus Salim. Jeff mengakui dari orang tua itulah dia mendapatkan penjelasan yang memuaskan tentang Islam.
“Dalam kebijaksanaannya yang riang, beliau telah berhasil menghilangkan prasangka-prasangka yang bukan-bukan mengenai Islam yang saya peroleh ketika menjadi murid HBS Kristen…” tulis Jef Last dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim.
Begitu hormatnya Jef kepada Haji Agus Salim, sehingga dia sangat ingin rumahnya dikunjungi oleh lelaki asal ranah Minang itu. Maka usai memberi ceramah di hadapan anak-anak muda marxis Belanda di Kijkduin pada 1929, Jef ‘memaksa’ Haji Agus Salim singgah di rumahnya yang terletak di Jalan Baarsjes. Haji Agus Salim tanpa ragu mengiyakan permintaan Jef itu.
Seperti biasa, di rumah Jef, Haji Agus Salim menjadi “bintang”. Bahkan hanya dalam waktu beberapa jam saja, dia telah membuat seluruh anggota keluarga Jef “jatuh cinta”, terutama anak-anaknya. Dengan gayanya yang khas, Haji Agus Salim ngobrol santai dengan istri Jef. Dia juga menuturkan cerita-cerita jenaka di hadapan anak-anak Jef.
Bahkan salah satu putri Jef bernama Femke begitu sangat menyukai Agus Salim hingga menjulukinya sinterklaas dari Indonesia, kata Jef.
(Source: merdeka.com)