You are currently viewing Pertempuran di Bulan Ramadan

Pertempuran di Bulan Ramadan

Pertempuran di Bulan Ramadan; Ditegur pasukan Siliwangi, pasukan Belanda membalas dengan tembakan. Pertempuran pun pecah saat buka puasa. Hari kedua puasa tahun 1946. Seksi Sarmada dari Batalion II Kemal Idris Divisi Siliwangi menerima informasi keberadaan tentara Belanda di sekitar Warungkondang, Cianjur. Letnan Sarmada bergerak membawa pasukannya untuk memeriksa kebenaran berita itu. Berikut yang telah dirangkum Tim Support Priority Indonesia (Perusahaan Sepatu Kulit Militer POLRI Safety Tunggang) dibawah ini;

Setibanya Seksi Sarmada di Cilaku, pasukan Belanda telah bergerak ke arah Cikancana. Seksi Sarmada pun meneruskan gerakannya ke arah Cikancana. Waktu sampai Cijoho sudah masuk magrib, saatnya buka puasa. “Mengingat tugas yang dihadapi, maka anggota-anggota Seksi Sarmada menunda saat berbuka puasa itu, apalagi tiba-tiba tampak seseorang di atas sebuah jembatan,” tulis Siliwangi dari Masa ke Masa. Karena hari sudah mulai gelap, tidak jelas apakah orang itu kawan atau lawan. Untuk mengetahuinya, pasukan Sarmada mengeluarkan teguran. “Jawaban atas teguran itu ternyata segera diperoleh, bukan berupa kata-kata tetapi berbentuk tembakan-tembakan gencar. Dengan demikian, dapatlah dipastikan, bahwa di situ terdapat kedudukan Belanda,” catat Siliwangi.

Pasukan Sarmada yang berada dalam posisi siaga membalasnya dengan tembakan lebih gencar lagi. Terjadilah baku tembak. Pertempuran itu mengakibatkan di pihak Belanda jatuh beberapa orang korban. Sedangkan Seksi Sarmada berhasil merampas mortir dan sepucuk stengun beserta pelurunya. Sarmada kemudian kehilangan dua anak buahnya, Kopral Sahibun dan Prajurit Aminin yang ditugaskan melaporkan pertempuran itu ke induk pasukan. Mereka gugur terkena tembakan mortir Belanda yang membabi buta.

Dua hari kemudian pada hari keempat puasa, Belanda melancarkan serangan pembalasan. Sekitar dua kompi pasukan Belanda menyerang Seksi Azil Haznam dari Kompi II Sujoto di Kampung Kebonpeuteuy, Gekbrong, Cianjur. Letnan Azil Haznam bersama enam orang anggotanya gugur. Pasukan Belanda yang merasa telah berhasil membalas dendam harus menghadapi serangan hebat dari seksi-seksi lain Kompi Sujoto.

Siliwangi dari Masa ke Masa menggambarkan pertempuran itu: “Maka pada dini hari dari hari keempat bulan puasa tahun 1946 terjadilah pertempuran yang dahsyat antara pasukan-pasukan Belanda dengan kita. Pertempuran ini demikian hebatnya sehingga terpaksa dilakukan secara man to man antara anak-anak Siliwangi melawan serdadu-serdadu kolonial Belanda. Granat dari kedua belah pihak beterbangan dan meledak merobek-robek tubuh yang berada di dekatnya ataupun di sekitarnya untuk kemudian dipuncaki oleh pertempuran seorang lawan seorang, sampai pada popor bedil lawan popor bedil yang sengit tanpa ampun dan belas kasihan.”

“Sampai di mana kerugian-kerugian yang diderita oleh kedua belah pihak tidak diketahui dengan pasti,” lanjut Siliwangi… “Satuan-satuan dari Kompi Sujoto, mengingat situasi, kemudian mengundurkan diri ke arah Sukalalang.” Ketika Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah, Seksi Sarmada ikut dalam penumpasan pemberontakan PKI di Madiun. Dia dan Seksi Siradz berhasil membuat komandan batalion Mayor Maladi Jusuf menyerah. Dalam perjalanan karier militernya, Sarmada pernah menjabat komandan Kodim di Serang (kapten), Cianjur (kapten), Karawang (mayor), dan Sukabumi (letnan kolonel). Dia menerima penghargaan Bintang Kartika Eka Paksi Kelas III.

Bulan Puasa di Bawah Agresi Militer Belanda

Untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda melancarkan agresi militernya yang pertama ketika orang Indonesia berpuasa. Belanda melancarkan serangan kepada Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat pada 20 Juli 1947. Aksi Polisionil Pertama ini berkode actie product (aksi atau operasi produk), sedangkan pihak Indonesia menyebutnya agresi militer Belanda pertama. Belanda melancarkan agresinya pada awal puasa Ramadan 1366 Hijriyah kemungkinan karena orang Indonesia yang mayoritas Muslim sedang berpuasa sehingga dalam keadaan lemah.

Sebenarnya, sejak akhir Juni 1947 telah diperkirakan Belanda akan melancarkan serangan dalam waktu dekat. Sehingga, di hari pertama puasa pada 19 Juli 1947, para ulama Aceh dalam rapat umum di pekarangan Mesjid Raya Baiturrahman menyerukan “puasa tidak menghalangi seseorang untuk berjuang. Karena itu sambil berpuasa berjuanglah, dan sambil berjuang berpuasalah.” “Demikian pesan para ulama yang memanfaatkan mimbar rapat umum tersebut untuk menyampaikan penerangan mengenai kewajiban berpuasa di tengah perjuangan kemerdekaan yang sedang memuncak,” tulis Pramoedya Ananta Toer, dkk., dalam Kronik Revolusi Indonesia 1947.

Residen Aceh, lanjut Pram, juga menyerukan supaya umat Islam di Aceh senantiasa siap-sedia menghadapi segala kemungkinan yang datang sebagai akibat keserakahan Belanda: “Jadikanlah ibadah puasa sebagai jembatan untuk mempertebal iman dan perjuangan. Kita selalu digempur dengan cara besar-besaran oleh tentara Belanda. Jangan disangka kita akan lemah dalam menghadapi mereka karena kita sedang berpuasa. Kita kuat dan tetap kuat menghadapi mereka, kapan saja dan dimana saja.”

Menurut J.A. de Moor, penulis biografi Jenderal Spoor: Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia, dalam agresi ini Spoor mengomando kekuatan tempur sebanyak 96.000 pasukan, 75.000 di Jawa dan 21.000 di Sumatera. “Agresi militer Belanda I di daerah Sumatera Selatan tepat pada bulan puasa hari ketiga. Aksinya itu dimulai pada pagi hari sesudah umat Islam di daerah Sumatera Seulatan selesai melakukan sahur,” tulis Sejarah Perang Kemerdekaan di Sumatera, 1945-1950.

Sementara itu, tulis de Moor, pihak Republik menurut data NEFIS (Dinas Intelijen Militer Belanda) memiliki 195.000 prajurit di Jawa dan Sumatera; sekira 168.000 orang dari “kelompok-kelompok tak teratur” atau kelasykaran; beberapa serdadu Jepang terlibat dalam setidaknya seratus kasus; beberapa pasukan India-Inggris yang memihak Republik; dan sekira sepuluhan orang Jerman namun tak pernah menampakkan diri hanya terdengar suaranya yang keras dan jelas di semak-semak bersama pejuang Republik.

“Dengan keunggulan peralatan beroda, tank dan meriam pasukan itu (Belanda, red) menyerang dari darat, laut, dan udara. Spoor ingin memanfaatkan sepenuhnya keunggulan angkatan bersenjata Belanda dan menyingkirkan TNI dengan ofensif kejutan yang dahsyat,” tulis de Moor. Pertempuran jelas tak seimbang. Selama operasi, Belanda melakukan 1.039 penerbangan (pengintaian, mendukung artileri dalam mengarahkan penembakan, membombardir berbagai sasaran, mengedrop perbekalan, dan selebaran) di Jawa dan Sumatera. Sementara itu, menurut de Moor, aksi udara lebih lanjut dari Republik –yang memiliki 28 pesawat yang dapat dioperasikan dan beberapa puluh lagi tidak dapat dioperasikan yang diambilalih dari Jepang– tidak dilakukan selama Aksi Polisionil Pertama.

“Pada 24 Juli, Spoor memberikan konferensi pers yang pertama. Dia sesumbar mengenai kemenangan. Dia nyatakan antara lain bahwa TNI begitu cepat enyah hingga pasukan Belanda tidak dapat mengikuti tempo larinya,” tulis de Moor. Belanda berhasil menduduki Jawa Barat, Jawa Tengah –Yogyakarta, Surakarta dan Kedu di luar tujuan operasi; sebagian Jawa Timur –Bojonegoro, Madiun dan Kediri dalam kekuasaan Republik. Belanda juga menguasai Pantai Timur Sumatera, Pantai Barat Sumatera, dan Palembang. Dengan demikian, daerah-daerah perusahaan perkebunan, tambang, batubara, dan ladang minyak telah kembali ke tangan Belanda. Produksi barang perdagangan terpenting Hindia Belanda (minyak, karet, teh, kopra, dan gula) dapat dimulai lagi. “Hindia Belanda kembali mendatangkan uang. Situasi finansial (Belanda, red) yang gawat  kelihatan berakhir,” tulis de Moor.

Dalam agresi militer ini, Belanda kehilangan 76 tentara tewas dan 206 luka-luka. Korban pihak Indonesia tidak diketahui pasti, tapi ditaksir sekira 10.000 orang tewas. Namun, de Moor mengakui, selagi pertempuran berjalan, dunia luar mulai memusuhi Belanda. Perkembangan ini akan sangat mempengaruhi dan bahkan menentukan jalannya perang, dan juga perkembangan diplomatik. Dewan Keamanan PBB menerima resolusi Australia, bekas sekutu pada masa perang yang sekarang menentang Belanda, menyerukan penghentian segera permusuhan dan diakhirinya konflik dengan cara damai.

(Source: historia.id)

Leave a Reply