PPKM Rasa Darurat Militer; Dua Panser Anoa TNI dan mobil pengurai massa milik Polisi berbaris rapi di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Empat lajur kendaraan di perbatasan Depok – Jakarta dijaga ketat. Ada 15 tentara bersiaga. Pengendara datang, diberhentikan. Bagi yang tak berkepentingan sesuai aturan PPKM Darurat, jangan harap bisa masuk wilayah ibu kota. Berikut yang telah dirangkum Tim Support Priority Indonesia (Perusahaan Sepatu Kulit Militer POLRI Safety Tunggang) dibawah ini;
Prajurit TNI di pos penyekatan Lenteng Agung, tidak pulang sejak PPKM Darurat diberlakukan. Mereka dilarang meninggalkan pos penyekatan tanpa penjagaan. Jika hendak istirahat, harus bergantian. Untuk makan, mereka ‘meminjam’ teras rumah warga. Kantor kelurahan dijadikan tempat membersihkan badan. “Kita mandi di kantor kelurahan sini,” jelas seorang prajurit TNI yang menolak disebut identitasnya. Mereka harus berhadapan dengan masyarakat yang membandel dan menolak patuh aturan. Kesabaran diuji. Meski penat dan lelah di badan tak bisa dibohongi. Seperti diceritakan Pelda TNI Fernando Gaol. Dia harus mengelola emosinya ketika bertugas di titik penyekatan PPKM kawasan Legok, Kabupaten Tangerang, Banten.
Berdiri sepanjang hari di bawah terik matahari. Dengan masker ganda. Fernando mengedukasi masyarakat agar patuh pada aturan. Ada rasa jengkel jika bertemu masyarakat yang sulit dinasehati. Sebagai abdi negara, harus sabar memberikan pengertian. “Kesal, karena di lapangan kita panas-panasan, kehujanan. Kita arahkan yang benar, dia malah marah. Tapi balik lagi, apakah itu harus dilampiaskan, kan enggak,” cerita Fernando yang sudah menjadi tentara sejak 1999. Fernando prajurit yang patuh perintah komandan. Termasuk perintah menyukseskan PPKM Darurat. Apalagi komandannya ikut turun ke lapangan. Bukan sekadar memberikan perintah kepada anak buah. “Perintah pimpinan saat ini, semua ditugaskan terjun ke masyarakat mengendalikan Covid-19. Terutama mengintensifkan pengawasan PPKM Darurat ini,” tegasnya.
Selama PPKM Darurat, personel tentara ada di mana-mana. Mereka ada di jalan raya, di pasar dan pusat keramaian, hingga ikut langkah Kepala Daerah dan Polisi melakukan sidak penertiban. Baik di perkantoran hingga pedagang pinggir jalan. Sejak Pandemi Covid-19 dinyatakan sebagai bencana non alam, anggota TNI di berbagai daerah keluar dari barak. TNI selalu dilibatkan dalam implementasi kebijakan Pemerintah menangani Pengebluk. Pertama kali ketika misi penjemputan WNI di Wuhan. Lalu mengkoordinir RS Darurat Covid-19 di Wisma Atlet dan Pulau Galang.
Distribusi vaksin ke pelosok nusantara juga menggunakan jasa pengawalan tentara. Teranyar, dilibatkan dalam penertiban PPKM Darurat hingga penanganan pasien Covid-19 bergejala ringan. Termasuk memberi dukungan penuh program vaksinasi. Tentara ada di setiap lini penanganan Pandemi. Dikerahkan dalam ‘perang’ melawan virus mematikan.
Ada satu alasan pemerintah melibatkan TNI. Mereka memiliki kecakapan teknis. Ditambah disiplin tinggi melekat dalam diri. Atas nama upaya menekan penularan Covid-19 yang kian mengganas, TNI mengambil posisi. Kasad Jenderal Andika Perkasa pun diberi tempat. Sebagai Wakil Ketua Komite Penanggulangan Covid dan Pemilihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN). “Karena kecepatan itu dimiliki oleh TNI-Polri dalam mengelola setiap kedaruratan atau krisis yang ada,” kata Presiden Jokowi. Pelibatan tentara dalam upaya PPKM Darurat untuk menekan laju Covid-19 justru dikritik. Mengingat payung hukum yang digunakan tidak jelas. PPKM Darurat mengacu Instruksi Mendagri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.
Sementara Instruksi Presiden dikeluarkan dalam upaya Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Melalui Inpres Nomor 6 Tahun 2020. Instruksi itu berpegang pada UU nomor 34/2004 tentang TNI. Di dalamnya mengamanatkan fungsi TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP). Melibatkan tentara dalam operasi selain perang, wajib menggunakan instruksi Presiden. Itu pun harus mendapat persetujuan DPR. Aturan pelibatan TNI dalam PPKM Darurat harus dijelaskan. Tidak bisa sembarangan. Kalau polisi sudah tidak sanggup menangani, bantuan tentara dalam operasi selain perang bisa dilaksanakan.
“Ini PPKM Darurat, tapi malah jadi seperti darurat militer,” ujar Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur.
Pelibatan tentara dalam PPKM Darurat dipandang sebagai kegagalan Pemerintah. Seolah tak berdaya menyadarkan masyarakat untuk taat aturan. Cara-cara lawas akhirnya digunakan. Agar warga patuh aturan. Menampilkan wajah tentara bersama alutsistanya. “Show of force ini tidak melihat ke arah sana (membangun trust). Hanya mau menunjukkan kuasa saja. Tujuannya, warga dibuat takut bukan sadar,” kata Wakil Kontras Rivanlee Anandar.
Bukan Menakuti
Kapendam Jaya, Kolonel Arh Herwin Budi Saputra langsung membantah. Pelibatan TNI dalam pelaksanaan PPKM Darurat bukan untuk menakuti masyarakat. Berkaca kondisi di lapangan. Tidak ada resistensi antara TNI dengan warga. Menurutnya, justru masyarakat semakin paham. Semua dilakukan atas nama kebaikan. Keberadaan kendaraan taktis TNI juga bukan unjuk kekuatan. Ini permintaan dari Polda Metro Jaya. Sekadar untuk pengamanan. Digunakan membuat barikade. Menutup arus lalu lintas masuk Jakarta. “Kodam Jaya menurunkan Panser bukan untuk menakuti rakyat,” tegas Herwin.
Kapendam Brawijaya Kolonel Arm Imam Haryadi juga memberi penekanan pada pelibatan dan tugas TNI dalam PPKM Darurat. Sifatnya membantu personel kepolisian. Tugas TNI mengedukasi masyarakat. Agar taat aturan di masa PPKM Darurat. Di Malang, TNI tidak menurunkan kendaraan taktis seperti yang dilakukan di Jakarta. “Soal sanksi, itu ditindaklanjuti langsung oleh aparat kepolisian,” kata Imam.
Meski tanpa persetujuan Lembaga legislatif, anggota DPR mendukung pelibatan tentara. Kebijakan ini dipandang legal. Harus dilakukan. Dalam bingkai ancaman pertahanan negara akibat pandemi Covid-19. Meski turun tangan dalam urusan sipil, TNI tak boleh represif. Pelibatan tentara diharapkan menumbuhkan ketertiban di masyarakat. Meskipun dia memaklumi jika ada yang mengkritik pelibatan TNI dalam kebijakan PPKM Darurat. Lumrah dalam negara demokrasi. “Jadi bisa dan legal pemerintah dalam hal ini presiden sebagai panglima tertinggi menugaskan TNI dalam PPKM,” kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi NasDem Willy Aditya.
Pengamat Militer dari Unpad, Muradi mengamini pandangan pelibatan tentara bukan untuk menebar ketakutan. Dibutuhkan kesadaran dan kedisiplinan warga untuk menekan laju penularan Covid-19. Jika hanya Satpol PP, masyarakat tidak gentar. Maka TNI turun tangan. Muradi mencontohkan, seragam Brimob di daerah konflik seperti Papua dan Poso yang menggunakan corak loreng. Simbol pakaian agar musuh gentar. Karena itu, TNI turun ke jalan demi efektivitas kebijakan PPKM Darurat. “Artinya bahwa kalau tentara yang turun kemudian mereka gentar,” kata Muradi.
Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi tidak masalah negara menurunkan TNI dalam kebijakan PPKM Darurat. Hanya saja, kekuatan TNI sekadar di lapis kedua. Di depan yang memberikan sanksi tetap polisi ataupun Satpol PP. Khairul justru berharap peran TNI diperluas. Misalnya membangun lebih banyak rumah sakit darurat atau tempat isolasi bagi pasien gejala ringan. Bukan sekadar membuat masyarakat patuh. Dia berpesan. Peran pemerintah maupun TNI-Polri bukan cuma menciptakan kedisiplinan. Tapi juga membangun kesadaran masyarakat. “Jadi kalau aparat tidak hadir, masyarakat tidak patuh. Itu sebenarnya melelahkan aparat sendiri. Karena masyarakat tidak dibangun kesadarannya,” ujar Khairul.
Tentara dan Komunikasi Visual
Kehadiran tentara di ruang publik beberapa hari terakhir adalah cara pemerintah berkomunikasi. Komunikasi visual untuk menertibkan masyarakat. Melalui pelibatan tentara, negara ingin mengatakan, Indonesia dalam keadaan darurat. Pendekatan ini mengingat kebanyakan manusia terpengaruh tampilan visual. Komunikasi diyakini lebih efektif melalui bahasa non verbal. Sehingga, pelibatan TNI dipandang perlu dalam kondisi ini. Mengingat masih ada upaya melawan petugas di jalan. Bahkan, ada kasus mengaku keluarga jenderal demi lolos PPKM Darurat. Berbagai persepsi mengenai Covid-19, menjadi salah satu faktor sulitnya masyarakat patuh terhadap aturan dan protokol kesehatan. Masyarakat seolah belum memiliki pemahaman lengkap bahaya Covid-19. “Turunnya tank (kendaraan taktis), itu wujud komunikasi visual. Agar masyarakat percaya ada situasi berbeda. Ini gawat, memang gawat darurat,” kata Sosiolog Universitas Indonesia Devie Rahmawati.
(Source: merdeka.com)