Sepak Terjang Bambang Soeprapto, Bapak Polisi Istimewa RI yang Terlupakan

Sepak Terjang Bambang Soeprapto, Bapak Polisi Istimewa RI yang Terlupakan

Sepak Terjang Bambang Soeprapto, Bapak Polisi Istimewa RI yang Terlupakan; Bambang Soeprapto mendukung proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dengan perintah penurunan bendera Jepang dan pendirian Pasukan Polisi Istimewa di Semarang. Sabtu, 24 Desember 2022, Bambang Soeprapto School for Good Ethics and Leadership (BSS GEL) melakukan pre-launching di Jakarta. Hadir dalam kesempatan tersebut beberapa tokoh nasional, di antaranya: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Komjen Pol (P) Drs. Imam Sudjarwo, M.Si, Prof. Dr. Meutia Farida Hatta Swasono, Prof. Dr. Musni Umar, M.Si, Dr. Abdullah Hehamahua dan Saharto Sahardjo, SH., Sp.N., MBA.

Menurut Haryono Eddyarto, salah satu pendiri BSS GEL, pembentukan sekolah etika dan kepemimpinan tersebut berawal dari adanya keprihatinan akan situasi republik ini yang mulai kekurangan para pemimpin yang mementingkan kepentingan rakyat dan berahlak mulia. Ada gejala krisis kepemimpinan yang sejatinya harus mulai dibenahi.

“Hari ini banyak karakter kepemimpinan yang tidak mencerminkan moral kepemimpinan yang baik sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945,” ungkap Haryono.

Lantas mengapa lembaga pendidikan dan kepemimpinan itu bernama Bambang Soeprapto?

Alkisah, beberapa saat usai proklamasi dikumandangkan oleh Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, orang-orang Semarang langsung bisa mendapatkan berita itu lewat Kantor Berita Domei di kota tersebut. Seorang pegawai bernama Syarief Sulaiman lantas menyampaikan berita itu kepada Mr. Wongsonegoro yang tengah memimpin rapat Komite Persiapan Indonesia Merdeka di Gedung Jawa Hokokai (Kebaktian Rakyat Jawa).

Dengan tangan gemetar, Syarief menyerahkan salinan teks proklamasi itu kepada Mr. Wongsonegoro. Tanpa banyak cerita, lelaki yang kelak menjadi gubernur Jawa Tengah yang pertama itu kemudian membacakan isi salinan itu di hadapan para peserta rapat.

“Suasana kemudian menjadi hening. Terdengar bisik-bisik dan nada keraguan akan kebenaran berita itu,” ungkap sejarawan Rushdy Hoesein.

Menangkap situasi tersebut, Mr. Wongso lalu membacakan sekali lagi teks proklamasi. Begitu selesai, terdengar suara bergemuruh dari para peserta. Tepuk tangan dan sorak sorai membahana di seantero ruangan. Mereka lantas bersalaman dan berpelukan. Sebagian dari peserta bahkan ada yang sampai mengeluarkan air matanya pertanda bahagia tak terkira.

Pasukan Polisi Istimewa
Semarang dihinggapi euforia usai tersiarnya berita proklamasi kemerdekaan RI. Secara spontan, mereka lantas menurunkan bendera himomaru (matahari terbit) milik Kekaisaran Jepang. Lalu menggantinya dengan Sang Saka Merah Putih.

Pemerintah militer Jepang di Jawa Tengah sendiri tak berkenan dengan kondisi tersebut. Mereka lantas melakukan pelucutan senjata terhadap Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho, dua kesatuan bersenjata kaum bumiputera yang dibentuk militer Jepang untuk menghadapi Sekutu.

Namun berbeda dengan PETA dan Heiho, Tokubetsu Kaisatsutai (Pasukan Polisi Istimewa) sama sekali tidak dilucuti dan dibubarkan. Mereka tetap menjalankan tugas seperti biasa.

“Rupanya Jepang memiliki rencana sendiri terhadap kesatuan Polisi Istimewa ini. Mereka akan mempergunakannya untuk menjaga status quo menjelang datangnya pasukan Sekutu ke Indonesia,” ungkap Rushdy.

Militer Jepang kecele. Alih-alih mengikuti perintah mereka, para bumiputera yang aktif di Tokubetsu Kaisatsutai justru diam-diam mempersiapkan diri untuk bergabung dengan Republik Indonesia (RI).

Sehari setelah berita proklamasi sampai di Semarang, Nitto Keibu R.M. Bambang Soeprapto Dipokoesoemo, wakil komandan Tokubetsu Kaisatsutai Jawa Tengah malah ikut bergabung dalam pertemuan rahasia dengan para tokoh nasionalis di Rumah Sakit Purusara.

“Hadir dalam pertemuan itu antara lain Mr. Wongsonegoro, Dr. Soebandrio, Dr. Darma Setiawan, pimpinan PETA Daidancho Trisno Soedomo dan Nitto Keibu Bambang Soeprapto. Sedangkan dari pihak pemuda hadir S.Karna, Ibnu Parna dan Martardi,” demikian menurut dokumen sejarah yang dikeluarkan oleh Sub Direktorat Sejarah Direktorat Personil Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (1990) berjudul “Kepemimpinan dan Kepahlawanan Komisaris Polisi II R.M. Bambang Seoprapto Dipokoesoemo”.

Pertemuan bersejarah itu menghasilkan beberapa kesepakatan. Yang paling penting, para tokoh nasionalis Indonesia di Jawa Tengah itu memaklumatkan bahwa sejak 19 Agustus 1945, jam 13.00, peraturan yang berlaku di seluruh Semarang dan sekitarnya adalah peraturan pemerintah daerah yang berada di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mendirikan Polisi Istimewa
Pengumuman Mr.Wongsonegoro direspon secara antusias oleh para pendukung Indonesia merdeka di Semarang dan sekitarnya. Termasuk oleh Tokubetsu Kaisatsutai yang dipimpin oleh Bambang Soeprapto. Mereka lantas mengondisikan diri dengan mengganti simbol-simbol Jepang yang meliputi diri mereka, dengan simbol-simbol RI.

Di Jalan Bojong Belakang No.2 (Markas Tokubetsu Kaisatsutai) desakan untuk mengibarkan bendera Merah Putih dilakukan oleh Bambang Soeprapto terhadap komandan Jepang-nya yang bernama Kawahara. Mungkin merasa khawatir dengan keselamatan dirinya, Kawahara lantas menyerahkan jabatan komandan kepada Bambang.

“Sejak saat itu, pimpinan Tokubetsu sepenuhnya berada di tangan Bambang Soeprapto,” tulis Atim Supomo dkk, dalam Brimob: Dulu, Kini dan Esok.

Bambang lantas memanfaatkan jabatannya itu untuk mengganti bendera Hinomaru yang masih berkibar di halaman markasnya dengan Sang Saka Merah Putih. Dalam suatu upacara resmi yang juga dihadiri oleh Kawahara, maka turunlah bendera Kekaisaran Jepang tersebut digantikan oleh bendera RI.

“Kawahara sendiri kemudian pamit untuk bergabung dengan Kido Butai di Jatingaleh, Semarang,” ungkap Atim Supomo dkk.

Begitu kekuasaan mutlak ada di tangannya, Bambang Soeprapto langsung bergerak cepat. Yang pertama dia lakukan adalah mencopot simbol-simbol bendera Jepang di pet-pet anggotanya. Dia juga yang mengganti nama Tokubetsu Kaisatsutai dengan nama baru: Pasukan Polisi Istimewa.

(Source: Merdeka.com)

Leave a Reply