Vaksin AstraZenecca; Kepala Penasihat Ilmiah Pemerintah Inggris Patrick Vallance mengatakan pada hari Kamis via Reuters bahwa poin utama tentang vaksin AstraZeneca terhadap Covid-19 adalah bahwa vaksin itu berhasil, ketika ditanya tentang keraguan yang telah diajukan tentang vaksin tersebut. “Hasil utamanya adalah vaksin Covid-19 itu bekerja dan itu sangat menarik,” kata Vallance dalam konferensi pers dengan Perdana Menteri Boris Johnson. Berikut yang dirangkum oleh Tim Support Priority Indonesia (Perusahaan Sepatu Kulit Militer POLRI Safety Tunggang) dibawah ini;
Kepala Penasihat Medis Chris Whitty, menjawab pertanyaan yang sama, mengatakan selalu ada debat ilmiah tentang hampir segala hal. “Kuncinya dari sudut pandang kami adalah membiarkan ini di tangan regulator. Mereka akan membuat penilaian dengan banyak data yang saat ini tidak tersedia di domain publik tentang kemanjuran dan keamanan,” kata Whitty. Sebelumnya, pada Awal September 2020, Universitas Oxford, bekerja sama dengan AstraZeneca menegaskan tidak akan melanjutkan uji coba vaksin Covid-19 yang dikembangkannya sebelum hasil evaluasi menunjukkan vaksin benar-benar aman.
Dikutip dari Reuters, Kepala Eksekutif AstraZeneca, Pascal mengatakan, pihaknya harus menunda uji coba vaksin eksperimentalnya sampai diizinkan oleh otoritas. Soriot mengatakan, penangguhan uji coba dalam pengembangan vaksin adalah hal yang lumrah. Namun yang terjadi saat ini, vaksin mendapatkan seluruh perhatian publik dunia. Di antara beberapa negara produsen yang sedang melakukan uji klinis vaksin Covid-19, vaksin AstraZeneca-Universitas Oxford yang dinamai AZD1222 dipandang sebagai pesaing kuat dan paling menjanjikan di antara puluhan vaksin yang sedang dikembangkan secara global.
Meski begitu, uji klinis vaksin Covid-19 ini terpaksa ditunda setelah seorang relawan mengeluh sakit setelah disuntik dan menunjukkan reaksi tak terduga. Pihak AstraZeneca menggambarkannya sebagai penangguhan yang “rutin” dan “biasa” dalam kasus mencari vaksin penangkal pada “penyakit yang tidak dapat dijelaskan”. Tetapi mereka menyatakan akan menunda untuk sementara waktu karena hasil uji coba vaksin sedang dipantau secara ketat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
New York Times, yang mengutip sumber anonim menyebut, sukarelawan vaksin yang berbasis di Inggris ditemukan menderita myelitis transversal. Itu adalah sindrom peradangan yang mempengaruhi sumsum tulang belakang dan sering dipicu oleh infeksi virus. Namun Soriot mengatakan, pihaknya masih belum memastikan apakah sukarelawan tersebut menderita penyakit tersebut dan apakah terkait dengan vaksin Covid-19, karena dibutuhkan tes lebih lanjut untuk mengetahui hal itu.
WHO : Kepercayaan Masyarakat Pada Vaksin Covid-19 Penting Untuk Mengakhiri Pandemi
Ketika dunia merayakan kemajuan dalam vaksin melawan virus corona, seorang pejabat penting World Health Organization (WHO) memperingatkan dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Perancis, Agence France-Presse (AFP), bahwa ketidakpercayaan publik berisiko membuat vaksin Covid-19 jadi tidak berguna untuk melawan pandemi. “Vaksin yang disimpan di dalam freezer atau di lemari es atau di rak, tanpa adanya kepercayaan publik sehingga tidak digunakan sama sekali tidak membantu mempersingkat pandemi ini,” kata Kate O’Brien, Direktur Departemen Imunisasi WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia.
Raksasa farmasi AS Pfizer dan mitranya dari Jerman, BioNTech mengumumkan bahwa vaksin prospektif mereka telah terbukti 90% efektif dalam mencegah infeksi Covid-19 dalam uji coba fase akhir yang sedang berlangsung yang melibatkan lebih dari 40.000 orang. O’Brien memuji hasil sementara sebagai “sangat penting”, dan menyuarakan harapan bahwa data awal dari beberapa kandidat vaksin lainnya dalam uji coba lanjutan serupa akan segera tersedia. Jika data lengkap menunjukkan bahwa “satu atau lebih dari vaksin ini memiliki khasiat yang sangat, sangat substansial, itu benar-benar kabar baik untuk barang penting ini kotak kesehatan” untuk memerangi pandemi, katanya.
Tetapi dengan pandemi yang terus melonjak setelah merenggut sekitar 1,3 juta jiwa, dia menyuarakan keprihatinan yang mendalam pada tanda-tanda keraguan vaksin yang semakin meningkat, dengan informasi yang salah dan ketidakpercayaan mewarnai penerimaan masyarakat terhadap kemajuan ilmiah. “Kita tidak akan berhasil sebagai dunia dalam mengendalikan pandemi dengan menggunakan vaksin sebagai salah satu alat kecuali jika orang mau divaksinasi,” kata O’Brien.
Lebih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan publik, yang membuat WHO harus berhati-hati dalam mengevaluasi setiap vaksin. “Setiap vaksin yang melibatkan WHO dalam evaluasi, percayalah, kami tidak akan berkompromi pada keamanan atau kemanjurannya,” imbuh O’Brien. Dia mengakui bahwa ada sejumlah pertanyaan yang belum terjawab tentang kandidat vaksin Pfizer-BioNTech dan rekan-rekannya, termasuk berapa lama perlindungan terhadap virus tersebut akan bertahan.
Sementara kandidat vaksin sedang diuji seberapa efektif dan aman mereka melindungi orang dari pengembangan penyakit, masih belum jelas apakah mereka benar-benar mencegah infeksi tanpa gejala dan penularan virus. Sebuah pertanyaan besar, katanya, adalah: “Apakah dengan divaksin saya menjadi kebal dan tidak akan menularkan ke orang lain?”
Terlepas dari pertanyaan yang terus menggantungf, WHO bertaruh pada satu atau lebih vaksin yang segera mendapat persetujuan, diikuti dengan peningkatan produksi dan distribusi yang cepat. Mengantisipasi permintaan besar untuk vaksin yang disetujui, WHO telah membantu menciptakan apa yang disebut fasilitas Covax untuk memastikan distribusi yang adil
Tetapi bahkan dengan upaya besar-besaran, perlu beberapa saat sebelum tersedia dosis yang cukup untuk semua orang dan WHO telah menetapkan pedoman tentang cara memprioritaskan distribusi. “Tujuannya di sini adalah agar setiap negara dapat mengimunisasi 20% dari populasinya pada akhir tahun 2021,” kata O’Brien. Itu, katanya, akan sangat membantu dalam memberikan perlindungan kepada petugas kesehatan dan populasi yang paling rentan, serta mereka yang penting untuk menjaga agar masyarakat tetap berjalan, seperti guru dan petugas keamanan.
Setelah itu, seberapa cepat setiap orang dapat mengakses vaksin akan sangat bergantung pada negara tempat mereka tinggal, dan apakah pemerintah mereka telah membuat kesepakatan untuk mengakses vaksin yang mendapatkan persetujuan. “Kami mengharapkan lebih banyak dosis pada 2022,” kata O’Brien. Sementara itu, tantangan logistik untuk mendapatkan vaksin yang disetujui kepada miliaran orang yang membutuhkannya adalah beberapa kekhawatiran. Mulai dari produksi hingga memastikan pengangkutan dan penyimpanan pada suhu yang sangat rendah yang dibutuhkan oleh beberapa kandidat vaksin Covid-19 tersebut.
“Seberapapun vaksin itu sangat mujarab, murah dan aman, yang paling berharga adalah dampak kesehatan masyarakat jika benar-benar sampai kepada orang-orang yang perlu dilindungi dan digunakan secara luas dalam populasi,” kata O’Brien. Dia mengibaratkan, mengembangkan vaksin yang aman dan efektif “seperti mendirikan tenda di Everest,” dan mendapatkan dampak vaksin seperti yang diinginkan, ibaratnya adalah seperti ‘mendaki Everest’, imbuhnya.
(Source: Health.grid.id)