Dua Tokoh Militer jadi Idola Para Wanita saat Taruna, Satu Sosok Pangkat Jenderal; Profesi sebagai prajurit TNI menjadi impian banyak orang. Tak hanya itu, banyak dari para wanita yang juga mendambakan memiliki pasangan dari kalangan militer. Namun tahukah kalian, ada dua tokoh militer yang telah menjadi idola para wanita. Baik itu saat masih menjadi taruna maupun saat ini. Lantas siapa saja dua tokoh militer yang menjadi idola para wanita saat taruna?
Try Sutrisno
Tokoh militer yang menjadi idola para wanita yang pertama adalah Try Sutrisno. Rupanya, sejak kecil Try Sutrisno ingin menjadi tentara. Impiannya menjadi seorang perwira militer tidak hilang, meski telah diterima di Fakultas Kedokteran Unair. Try lantas mendaftar Sekolah Perwira Zeni yang kemudian bernama Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) tahun 1956.
Dengan modal otak encer dan hobi olahraga, pemuda ini optimistis diterima. Namun ternyata Try gagal pada tes postur tubuh. Walau sepintas tampak ideal, ternyata bahu Try tinggi sebelah. Hal ini mungkin disebabkan hobi Try angkat besi sejak masih duduk di bangku SMA. Maklum, saat itu dia melakukannya tanpa pelatih dan hanya bermodal alat seadanya.
Setelah dinyatakan tidak lulus, siapa sangka Try tiba-tiba menerima surat dari Direktur Zeni AD, Brigadir Jenderal GPH Djatikusumo. Isinya, Try dipanggil kembali untuk melakukan tes psikologi susulan. Ini merupakan peristiwa langka. Biasanya jika calon sudah dinyatakan gugur, tidak akan menerima surat panggilan. Namun rupanya Brigjen Djatikusumo punya penilaian tersendiri pada sosok Try.
Try pun memulai kehidupan barunya sebagai Taruna Atekad di Bandung. Sosoknya ganteng dibalut seragam militer. Sejak masih sekolah Cak Su, panggilan akrabnya, memang sudah jadi idola cewek-cewek di Surabaya dan Yogyakarta.
Selain Try, taruna Atekad lain yang jadi idola wanita adalah Pierre Tendean. Pierre sampai dijuluki Robert Wagner dari Panorama. Panorama sendiri adalah nama daerah tempat kampus Atekad di Bandung.
Kepemimpinan Menonjol
Sebagai Taruna, nilai Try terbilang rata-rata. Tidak terlalu istimewa. Namun yang menonjol adalah kepemimpinannya. Sejak awal Try sudah terlihat bisa memotivasi dan mengarahkan kawan-kawan seangkatannya.
Demikian ditulis dalam buku Kasad Jenderal Try Sutrisno, Sosok Arek Suroboyo yang diterbitkan Disjarah tahun 2019.
Pendidikan di Atekad cukup berat. Tak cuma latihan militer, sebagai perwira zeni mereka juga mempelajari teknik sipil. Pengajarnya adalah dosen-dosen dari ITB.
Untuk mengatasi kejenuhan, ada acara rekreasi dan malam dansa bagi para taruna. Di sini mereka diperbolehkan membawa pasangan.
Try dilantik tahun 1959 dengan Pangkat Letda Czi atau Letnan Dua Korps Zeni. Mulailah pengabdiannya di angkatan darat dari perwira pertama hingga kemudian bisa meraih posisi puncak dengan menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dan Panglima ABRI.
Pierre Tendean
Tokoh militer yang menjadi idola para wanita berikutnya adalah Kapten Czi. (Anumerta) Pierre Andries Tendean. Putra dari pasangan Maria Elizabeth Cornet dan Aurelius Lammert Tendean ini merupakan lulusan dari akademi militer tahun 1961 dengan pangkat letnan dua. Ia pernah menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan.
Satu tahun kemudian, Pierre mengikuti pendidikan di sekolah intelijen di Bogor. Setelah lulus, Ia sempat ditugaskan menjadi mata-mata ke Malaysia sehubungan dengan konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD). Ia saat itu bertugas memimpin sekelompok relawan di sejumlah daerah untuk menyusup ke negeri tetangga tersebut.
Pada 15 April 1965, Pierre dipromosikan menjadi Letnan Satu. Ia juga ditunjuk sebagai ajudan Jenderal Besar TNI A.H. Nasution. Pierre saat itu menggantikan Kapten Kav Adolf Gustaf Manullang yang gugur dalam misi perdamaian di Republik Demokratik Kongo Afrika tahun 1963.
Namun, Pierre menjadi salah satu perwira militer korban dari peristiwa G30S pada tahun 1965. Pierre dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata bersama 6 perwira lainnya yang turut menjadi korban G30S.
Setelah kematiannya, Pierre dipromosikan menjadi Kapten Anumerta. Pada 5 Oktober 1965, Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia.
(Source: merdeka.com)