Kolonel TNI Naik Pangkat Demi Selamatkan Wajah Presiden Sukarno Yang Keseleo Lidah; Karena Presiden Sukarno keseleo lidah dalam suatu pidato, seorang kolonel mendapat durian runtuh. Untuk kali pertama, peringatan Hari Veteran yang ke-2 pada 10 Agustus 1950, dirayakan secara meriah di Istana Negara. Selain dihadiri ratusan tokoh utama dalam Perang Kemerdekaan (1945-1949), perhelatan tersebut juga dihadiri sekaligus diresmikan langsung oleh Presiden Sukarno.
Sebagai menteri muda urusan veteran, Kolonel Sambas Atmadinata hadir dalam acara itu. Dia duduk di barisan utama bersama pejabat-pejabat teras lainnya. Seperti Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mayor Jenderal A.H.Nasution dan Presiden Sukarno.
Sambas masih ingat bagaimana upacara peringatan itu berlangsung begitu sangat emosional. Wajar saja, karena saat itu baru setahun Indonesia menyelesaikan perang dengan Belanda. Suasana semakin bersemangat kala Bung Karno tampil ke muka untuk berpidato. Seperti biasanya, di atas podium dia berpidato dengan berapi-api.
“Lihat anak-anak! Mereka yang duduk di muka ini juga adalah veteran. Tadi pagi saya sudah teken kenaikan pangkatnya menjadi brigadir jenderal!” ujar Bung Karno.
Durian Runtuh
Kata-kata itu sontak disambut tepuk tangan dan sorak diselingi siulan bersuit. Ramai sekali. Mendapat sambutan yang sangat meriah itu, Bung Karno tambah bersemangat. Dia tunjuk satu persatu, para veteran yang dikatakannya akan mengalami kenaikan pangkat.
“Saya juga termasuk orang yang ditunjuk-tunjuk Bung Karno,” kenang Sambas dalam Bunga Rampai Perjuangan&Pengorbanan Jilid I yang diterbitkan oleh Markas Besar LVRI.
Sambas agak terkejut saat dia termasuk orang yang ditunjuk Presiden. Tapi dia cepat sadar, lidah presiden-nya sedang keseleo. Tidak mungkin baginya yang baru tujuh bulan yang lalu dinaikan pangkatnya menjadi kolonel, lalu sekarang harus menyandang bintang satu. Jika benar itu terjadi, tentunya dia ibarat mendapat durian runtuh.
Singkat cerita, upacara Hari Veteran pun selesai sudah. Sambas pulang ke rumah dengan perasaan biasa saja. Besoknya, pagi sekitar jam 06.30, dia ditelepon oleh Nasution yang memerintahkan dirinya untuk datang ke kantor Kasab tepat jam 08.00.
“Meskipun saya seorang menteri, tapi karena saya masih terbilang tentara aktif, jadi Pak Nas tetap atasan saya,” ujar Sambas.
Nasution: Presiden Terkilir Lidahnya
Satu jam kurang sedikit, Kolonel Sambas sudah ada di ruangan Kasab. Didapatinya, Mayjen Nasution tengah duduk di kursi kerjanya sambil tersenyum penuh arti.
Sambas menjadi tidak enak hati dan curiga: pasti ada apa-apa, pikirnya. Setelah memberi hormat, dia lalu dipersilakan duduk di hadapan sang jenderal.
“Kau jangan marah ya? Tadi malam itu, Presiden terkilir lidahnya,” ungkap Nasution.
“Ah sudahlah Jenderal, tak usah berbicara tentang itu. Saya pikir hal itu tidak perlu dibahas lagi. Saya sudah menganggapnya tidak pernah terjadi. Keseleo sedikit, wajar saja. Saya tidak bersangkutan dan tidak mau membicarakannya,” jawab Sambas sambil tersenyum.
Wajah Presiden Harus Diselamatkan
Alih-alih mengiyakan, wajah Nasution malah berubah menjadi serius. Sambil menatap sambas, dia menyatakan soal itu tidak bisa dianggap main-main.
“Begini, Bas. Muka Presiden harus diselamatkan…” ujar Nasution.
“Ah, tak usahlah dianggap serius, Jenderal,” kata Sambas.
“Harus!” Nasution malah menimpali.
Selanjutnya Sambas tidak tahu apa yang terjadi. Yang jelas, seminggu kemudian, bersama Kolonel Yunus Mokoginta, dia sudah diangkat menjadi seorang brigadir jenderal, sesuai apa yang diteriakan oleh Bung Karno dalam pidatonya malam itu. Ternyata sang kolonel benar-benar mendapat durian runtuh malam itu.
(Source: Merdeka.com)