Peresmian UU Cipta Kerja; Presiden Joko Widodo resmi meneken Undang-Undang Cipta Kerja, Senin (2/11). Undang-undang Cipta Kerja diundangkan dalam nomor 11 tahun 2020. UU Cipta Kerja tersebut memuat 1.187 halaman dan sudah diunggah secara resmi dalam situs Setneg.go.id. “Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan asas: a. pemerataan hak; b. kepastian hukum; c. kemudahan berusaha; d. kebersamaan; dan e. kemandirian,” pada Bab II Pasal 2 dalam UU tersebut. Undang-undang tersebut juga berdasarkan penyelenggaraan Cipta Kerja dilaksanakan berdasarkan asas lain sesuai dengan bidang hukum yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan. Berikut yang telah dirangkum oleh Tim Support Priority Indonesia (Perusahaan Sepatu Kulit Militer POLRI Safety Tunggang) dibawah ini;
“Undang-Undang ini dibentuk dengan tujuan menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi dan UMK-M serta industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional,” dalam pasal 3.
Kemudian Undang-undang tersebut juga menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Selanjutnya melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi koperasi dan UMK-M serta industri nasional. “Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila,” pada pasal 3 poin d.
UU Ciptaker Belum Memiliki Nomor, Buruh Batal Gugat ke MK Hanya Konsultasi
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal didampingi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani bertandang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kedatangan mereka sebenarnya untuk mengajukan judicial review terkait RUU Cipta Kerja. Tetapi, urung dilakukan karena sampai hari RUU Cipta Kerja disahkan belum memiliki nomor. Sehingga, Said Iqbal dan kawan-kawan memilih berkonsultasi dengan pejabat di Mahkamah Konstitusi.
“Karena belum ada nomor dengan terpaksa yang sedianya KSPSI dan KSPI akan menyerahkan berkas gugatan ini tapi ternyata tidak bisa kami lakukan karena harus menunggu nomor yang dikeluarkan oleh Pemerintah setelah ditandatangani Presiden Jokowi,” kata Said Iqbal di Mahkamah Konstitusi, Senin (2/11/2020). Said Iqbal menerangkan, kelompok buruh yang tergabung di aliansi Gekanas akhir menemui perwakilan pejabat MK untuk pernyataan sikap berkenaan Judicial Riview Omnibus Law UU Ciptaker. Said Iqbal meminta hakim konstitusi untuk mengambil keputusan yang adil. Pihaknya memohon kepada hakim MK agar tak sekedar mempertimbangkan bukti-bukti materil. Tapi juga mempertimbangkan efek yang ditimbulkan akibat disahkan UU Ciptaker. Menurut dia, UU Ciptaker sangat merugikan hak konstitusional kaum buruh. Misalnya terkait masalah kontrak atau PKWT dan PKWTT. “Pasal itu memang terkesan tidak ada masalah yang ditangkap publik. Tapi kami minta pada hakim MK batasan waktu kontrak dan periode kontrak dihapuskan dalam UU Ciptaker maka implikasi konstitusional warga negara adalah rugi karena dia tidak punya kesempatan untuk diangkat sebagai karyawan tetap akibat tidak ada batasan waktu kontrak, dan kontrak berulang-ulang yang kami bahasakan sebagai seumur hidup,” papar dia.
Hal-hal lain, Said Iqbal melanjutkan, terkait masalah outsourcing masalah, upah minimum, masalah pesangon, upah jam kerja, TKA. “Mudah-mudahan hakim MK mempertimbangkan gugatan ini,” ucap dia. Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani menerangkan, gugatan ini sekaligus untuk memberikan jawaban kepada publik bahwa kaum buruh dalam menanggapi RUU Cipta Kerja tidak hanya lewat aksi, tapi juga menempuh jalur konstitusional. “Kami akan menyiapkan dalil-dalil yang kuat dan juga gugatan yang kuat. Kami yakin MK tetap bergantung pada keadilan,” tandas dia.
Massa Bubar
Massa dari berbagai serikat buruh membubarkan diri usai berkonsultasi dengan pejabat di Mahkamah Konstitusi (MK). “Saya akhiri aksi kita hari ini. Terima kasih pulanglah dengan tertib,” kata Said Iqbal. Said Iqbal menyatakan, buruh akan terus turun ke jalan sampai tuntutan terkait RUU Cipta Kerja dipenuhi. “Hari-hari ke depan lipatkan perlawanan, hari-hari ke depan lipatkan ganda jumlah buruh dalam perjuangkan hak-hak. Dan saat ini siapkan dirimu akan ada kota yang kita gunakan untuk aksi. Itulah senjata kaum buruh,” kata Said Iqbal.
Sementara itu, Andi Gani memberikan apresiasi kepada kaum buruh yang telah berdemonstrasi secara damai. “Saya sangat bangga dengan kawan-kawan. Kaum buruh menunjukkan kedewasaan berdemonstrasi. Kita damai dan akan tetap damai. Siap berjuang tanpa kekerasan? Tepuk tangan untuk semua buruh Indonesia,” ucap Andi.
Setelah Diteken Jokowi, UU Cipta Kerja Digugat Buruh ke MK
Sejumlah elemen buruh resmi mendaftarkan gugatan uji materi atau judical review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Gugatan ini diajukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) versi Andi Gani Nena (AGN). “Pendaftaran gugatan JR (judical review) UU cipta kerja Nomor 11/2020 sudah resmi tadi pagi didaftarkan ke MK di bagian penerimaan berkas perkara oleh KSPI dan KSPSI AGN,” kata Presiden KSPI Said Iqbal, Selasa 3 November 2020.
Said mengatakan, KSPI bersama buruh Indonesia secara tegas menolak dan meminta agar UU Cipta Kerja dibatalkan atau dicabut. Menurutnya, isi UU Cipta Kerja merugikan para buruh. “Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh,” ujarnya. Berdasarkan kajian dan analisa yang dilakukan, KSPI menemukan banyak pasal yang merugikan para buruh. Salah satunya yakni, sisipan Pasal 88 C ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88 C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
“Penggunaan frasa ‘dapat’ dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh. Karena penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK,” terang Said. Selain itu, KSPI menilai UU Cipta Kerja menghilangkan periode batas waktu kontrak yang terdapat di dalam Pasal 59 UU No 13 Tahun 2003. Akibatnya, pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang dan terus-menerus tanpa batas periode menggunakan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau karyawan.
“PKWT (karyawan kontrak) bisa diberlakukan seumur hidup tanpa pernah diangkat menjadi PKWTT (karyawan tetap). Hal ini berarti, tidak ada job security atau kepastian bekerja,” tuturnya. Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi menandatangani Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Senin (2/11/2020). Pada tanggal yang sama, UU ini juga diteken oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. UU Cipta Kerja diundangkan dalam Nomor 11 tahun 2020. Adapun naskah UU yang disahkan DPR dalam rapat paripurna 5 Oktober lalu, setebal 1.187 halaman.
“Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 186 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan UU Cipta Kerja, Senin. UU yang menuai berbagai penolakan kini sudah bisa diakses oleh publik melalui situs Kementerian Sekretariat Negara. Masyarakat dapat mengunduh UU Cipta Kerja melalui laman jdih.setneg.go.id, pada bagian produk hukum terbaru.
(Source: Merdeka.com)