You are currently viewing Sejarah Satpol PP

Sejarah Satpol PP

Sejarah Satpol PP; Satuan Polisi Pamong Praja atau yang sering disebut Satpol PP merupakan salah satu perangkat pemerintahan daerah yang ditujukan untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dalam ketertiban umum dan ketentraman serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat. Pembentukan Satpol PP itu sudah tercantum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, lebih terperinci lagi peraturan tersebut terdapat pada nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.

Pada pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa Satpol PP merupakan bagian cabang daerah dalam penegakan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Selain itu, pada pasal 1 ayat 7 peraturan dalam negeri nomor 40 tahun 2011 tentang pedoman organisasi dan tata kerja Satpol PP. Selanjutnya, pada pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa polisi pamong praja sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan perda.

Satpol PP memiliki kedudukan di daerah provinsi dan daerah kabupaten atau kota. Di daerah provinsi sendiri Satpol PP memiliki pimpinan oleh kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui sekretaris daerah, sedangkan di daerah kabupaten atau kota Satpol PP memiliki pimpinan yang bertanggung jawab bupati atau walikota melalui sekretaris daerah.

Ada beberapa wewenang dari Satpol PP dalam UU Pemda Pasal 255 ayat 2, berikut yang telah dirangkum oleh Tim Support Priority Indonesia (Perusahaan Sepatu Kulit Militer POLRI Safety Tunggang) dibawah ini;:

  1. Melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat
  2. Menindak warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang mengganggu ketertiban
  3. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran
  4. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda maupun perkada

Sedangkan, pada pasal 5 PP nomor 6 tahun 2010 terdapat fungsi dari Satpol PP, antaranya:

  1. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman dan perlindungan masyarakat
  2. Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah
  3. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat daerah
  4. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat
  5. Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah
  6. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan kepala daerah
  7. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan kepala daerah

Polisi Pamong Praja berdiri di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1950 dengan motto Praja Wibawa—untuk mewadahi sebagian tugas yang dipegang pemerintahan daerah, secara pasti tugas ini sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial. Sebelum resmi menjadi Pamong Praja setelah proklamasi dimana kondisi negara masih belum bisa dikatakan stabil dan banyak ancaman NKRI, maka dibentuk datasemen polisi sebagai penjaga keamanan sesuai surat perintah Jawatan Praja di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada tanggal 10 November 1948, lembaga ini berubah menjadi Datasemen Polisi Pamong Praja. Sebaliknya, di Jawa dan Madura membentuk Satuan Polisi Pamong Praja pada tanggal 3 Maret 1950, maka dari sanalah terbentuk dan diakuinya Satpol PP sehingga setiap tanggal 3 Maret ditetapkan sebagai hari jadi Satuan Polisi Pamong Praja.

Saat ini UU 5/1974 tidak berlaku dengan digantikannya UU No.22/1999 dn direvisi menjadi UU No.32/2004 dimana disebutkan bahwa Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sebagai pelaksana tugas desentralisasi.

Sesuai undang-undang nomor 23 tahun 2014 adalah Satpol PP adalah bagian dari Pemerintah Daerah, sehingga dalam menjalankan tugasnya anggota Satpol PP bertanggung jawab langsung dengan Kepala Daerah dalam hal ini termasuk Bupati, Walikota atau Gubernur. Sedangkan, menurut undang-undang nomor 2 tahun 2002 polisi merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan ataupun pengayoman untuk masyarakat. Maka dari itu, kedua cabang antara Satpol PP dan Polisi tidak bisa disamakan sebab memiliki tanggung jawab dan cara kerjanya sendiri.

Sebenarnya, Satpol PP sendiri telah memiliki peraturan dalam penggunaan senjata api. Peraturan tersebut ada pada Peraturan Menteri Dalam Negeri atau biasa disebut Permendagri nomor 26 tahun 2010 tentang penggunaan senjata api bagi anggota satuan polisi pamong praja. Dikarenakan Satpol PP memang dibina oleh Permendagri maka terdapat pasal 1 ayat 3 dimana yang dimaksud senjata api adalah senjata gas air mata berbentuk pistol atau revolver—senapan yang dapat ditembakkan dengan peluru gas atau peluru hampa dan stick (pentungan)—dengan menggunakan aliran listrik. Selain pejabat satuan, anggota Satpol PP yang dapat menggunakan senjata api ialah seseorang yang melaksanakan tugas di lapangan, walaupun demikian penggunaannya dibatasi (paling banyak satu per tiga dari seluruh anggota Satpol PP) tentunya penggunaan tersebut harus mendapatkan perizinan dari Kepolisian Negara RI. 

Satpol PP tidak memiliki nama pangkat layaknya TNI atau Polri akan tetapi nama pangkatnya sama dengan nama pangkat dan golongan pada Pegawai Negeri umumnya, maka dari itu Satpol PP bisa kapan pun dipindahkan tugas ke kantor atau dinas lain. Ada beberapa pangkat yang terdapat dalam Satpol PP, antaranya:

Golongan I ini setara dengan Tamtama jika di militer dengan empat tingkatan, yaitu: I/a Juru Muda, I/b Juru Muda Tk.I, I/c Juru dan I/d Juru Tk. I

Golongan II ini setara dengan Bintara jika di militer dengan empat tingkatan, yaitu: II/a Pengatur Muda, II/b Pengatur Muda Tk. I, II/c Pengatur dan II/d Pengatur Tk. I

Golongan II ini setara dengan Perwira Pertama jika di militer, sedangkan ruang d setara dengan Perwira Menengah jika di militer. Dalam golongan ini terbagi menjadi empat tingkatan, yaitu: III/a Penata Muda, III/b Penata Muda Tk. I, III/c Penata dan III/d Penata Tk. I

Golongan IV untuk ruang a dan b setara dengan Perwira Menengah jika di militer, sedangkan ruang c dan e setara dengan Perwira Tinggi atau disebut Jendral di militer. Dalam golongan ini memiliki lima tingkatan, yaitu: IV/a Pembina, IV/b Pembina Tk. I, IV/c Pembina Utama Muda, IV/d Pembina Utama Madya dan IV/e Pembina Utama. Biasanya Kepala Satpol PP berada pada golongan IV/b sedangkan wakilnya pada golongan IV/a

Pangkat kehormatan atau disebut pangkat struktural dalam artian tidak perlu melalui semua jenjang kepangkatan untuk dapat mendudukinya karena jabatan politik atau fungsional lainnya. Dalam pangkat ini terdapat lima tingkatan, yaitu: Menteri sebagai Pembina umum mendapatkan lambang bintang emas sebanyak empat, Gubernur mendapatkan lambang bintang emas sebanyak tiga dan dua balok emas, Wakil Gubernur mendapatkan lambang bintang emas sebanyak tiga dan satu balok emas, Bupati atau Walikota mendapatkan lambang bintang emas sebanyak dua dan dua balok emas, dan yang terakhir Wakil Bupati atau Wakil Walikota mendapatkan lambang dua bintang emas dan satu balok emas. 

Jadi kesimpulannya, Satuan Polisi Pamong Praja atau biasa disingkat Satpol PP adalah perangkat pemerintah daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan peraturan daerah. Tata kerja maupun organisasi dalam Satpol PP ditetapkan oleh Peraturan Daerah.

(Source: Sinta.unud.ac.id, Wikipedia.com, Media.neliti.com, Megapolitan.kompas.com, Fansmania.wordpress.com)

Leave a Reply