Kiai Masjkur Setia Dampingi Jenderal Soedirman, Lolos Sergapan Belanda Saat Gerilya; Kiai Masjkur dikenal sebagai salah satu sosok tokoh pejuang bersenjata pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Agresi Belanda Tahun 1945. Kontribusinya dalam perang fisik melawan Belanda di antaranya mendirikan Laskar Hizbullah dan menjadi komando Laskar Sabilillah.
Kiai asal Singosari, Kabupaten Malang itu memimpin dan memobilisasi kalangan ulama dan santri (pesantren). Dia berjuang bersama rakyat dalam pertempuran Surabaya, 10 November 1945. Saat itu, para pejuang dari berbagai lapisan, termasuk ulama dan santri, bersatu mengangkat senjata. Rakyat mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Kiai Masjkur juga terlibat dalam perang fisik. Dia ikut serta bergerilya bersama Jenderal Soedirman. Dia setia mendampingi Panglima Soedirman selama gerilya di Trenggalek dan sekitarnya.
“Kiai Masjkur bersama Jenderal Soedirman, di mana beliau-beliau ini dikejar Belanda, dikejar sekutu siang malam, hendak dibunuh,” terang Prof Mas’ud Said, yang pernah menjabat Anggota Penasehat Tim Pengusul Gelar Pahlawan Nasional untuk Kyai Masjkur.
Belanda Memburu Jenderal Soedirman
Mas’ud mendapatkan cerita dari seorang tokoh Ansor senior di Kabupaten Trenggalek. Salah satu cerita yang didapatkan adalah saat Kiai Masjkur lolos dari serangan Belanda.
“Suatu hari kelihatannya Belanda sudah mengetahui lokasinya. Para gerilyawan, termasuk Jenderal Soedirman dan KH. Masjkur pukul 12.00 malam sudah dimata-matai,” kisahnya.
Diduga mata-mata sudah melaporkan lokasi keberadaan mereka ke Belanda. Sehingga tersebar kabar akan munculnya serangan. Masyarakat yang berpihak kepada pejuang, mengabarkan keberadaan pasukan Belanda.
“Karena ada juga pasukan beliau yang memata-matai Belanda, masyarakat juga melaporkan. Ini mau diserang jam 12.00 malam,” kisahnya.
Kabur Menggunakan Rakit
Para gerilyawan saat itu, termasuk Jenderal Soedirman dan KH Masjkur berhasil meloloskan diri. Ssesaat sebelum pasukan Belanda membombardir persinggahan mereka. Pasukan menggunakan rakit yang terbuat dari pohon pisang untuk menyusuri sungai.
“Mereka ikut aliran sungai bersama pohon pisang yang dihanyutkan, sampai beberapa kilometer kemudian hilang, lokasinya terus dibom,” tegasnya.
Kondisi Jenderal Soedirman selama massa gerilya dalam keadaan sakit dan harus ditandu oleh pasukannya. Upaya penyelamatan itu tentunya sangat dramatik demi lolos dari serangan.
“Dihanyutkan dan diseberangkan. Jadi ketika diserang lokasi persinggahan itu sudah tidak ada orangnya, hanya mungkin perbekalan yang tertinggal,” kisahnya.
Resolusi Jihad
Sikap ulama tegas menolak penjajahan dan mendukung perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Muncul Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang disampaikan Hasyim Asy’ari dari Pondok Tebuireng Jombang.
Ulama dan santri menggemakan panggilan berjihad menghadapi penjajah yang hendak kembali bersama sekutu. Paramiliter di kalangan ulama dan santri pun berkoordinasi dan dikerahkan di antaranya Laskar Hizbullah pimpinan Kiai Zainul Arifin (1909-1963), Laskar Sabilillah pimpinan Kyai Masykur dan Laskar Mujahidin pimpinan Kiai Wahab Chasbullah (1888-1971).
Laskar dari Malang, Jombang, Gresik Pasuruan bergerak menuju Surabaya guna saling menopang kekuatan. Mereka berkoordinasi dan berbagi wilayah pertahanan dengan pasukan lain.
“Terjadilah Perang 10 November itu tidak lepas dari suplai pasokan tentara-tentara Hizbullah,” katanya.
Laskar Sabilillah dikomandani oleh KH Masykur mendapat tugas di sektor tengah garis kedua daerah sekitar Stasiun Gubeng dan Jalan Pemuda Surabaya. Kawasan tersebut menjadi daerah yang harus dipertahankan Laskar Sabilillah bersama Laskar Hizbullah dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Malang.
Laskar Hizbullah
Pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan telah menetapkan Kyai Masykur sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2019. Makam Kyai Masjkur berada di Komplek Makam Masjid Athohiriyah Bungkuk, Pagentan, Singosari, Kabupaten Malang.
Selain pernah terlibat dalam perjuangan fisik, KH. Masjkur juga berkontribusi dalam bentuk pemikiran. Dia pernah menjabat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) hingga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). KH Masjkur berperan dalam kesepakatan soal dasar negara Indonesia.
“Pada 1945, Beliau membentuk Laskar Hizbullah. Laskar inilah juga kemudian merupakan elemen dari Peta (Pembela Tanah Air). Kemudian Peta itu salah satu unsur berdirinya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang sekarang menjadi TNI,” urainya.
KH Masjkur pernah menjabat sebagai Menteri Agama pada masa Presiden Soekarno. Dia pernah mendapat tugas menangkap Kartosoewiryo yang memberontak lewat Negara Islam Indonesia. KH Masjkur pernah menjabat Ketua Umum PBNU menggantikan Wahid Hasyim yang meninggal dunia pada April 1953.
(Source: Merdeka.com)