Calon Kapolri Baru; bursa calon Kapolri kian terang. Nama-nama Perwira Tinggi (Pati) calon pengganti Jenderal Idham Azis yang segera memasuki masa purna tugas pada 25 Januari 2020, sudah mengerucut. Lima nama calon Kapolri pun sudah disodorkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat pekan lalu. Berikut yang telah dirangkum oleh Tim Support Priority Indonesia (Perusahaan Sepatu Kulit Militer POLRI Safety Tunggang) dibawah ini;
Semua nama diserahkan berpangkat bintang tiga. Kelima nama tersebut, yaitu Komjen Gatot Eddy Pramono, Komjen Boy Rafli Amar, dan Komjen Listyo Sigit Prabowo. Selanjutnya ada Komjen Arief Sulistyanto dan Komjen Agus Andrianto. Bisik-bisik di lingkaran pemerintahan sudah memliki pilihan calon Kapolri. Sosok tersebut cukup laik menggantikan posisi Idham Azis lantaran. Selanjutnya orang itu juga termasuk ‘orang asli’ Polri.
Pekan lalu nama calon Kapolri memang kencang menjadi pembahasan di lingkaran pemerintahan. Sumber tersebut menyebut presiden sudah mengantongi nama pantas menggantikan tugas Idham Azis. “Inisialnya G,” ungkapnya. Diduga kuat nama Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono memiliki kans besar untuk duduk sebagai pucuk pimpinan Polri nanti. Gatot Eddy merupakan alumni akademi polisi tahun 1988. Pria berusia 55 tahun kelahiran Solok, Sumatera Barat, ini sebelum menjabat sebagai Wakapolri, juga pernah menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran Kapolri pada 2018. Gatot juga pernah menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kapolda Metro Jaya, hingga Wakapolda Sulawesi Selatan.
Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD menyebut semua nama diserahkan Kompolnas sesuai dengan kriteria sebagai calon Kapolri. Pengalaman mereka dalam menjalani tugas selama ini juga profesional dan memiliki segudang pengalaman. “Kelima orang ini dianggap memenuhi syarat profesionalitas, loyalitas, jam terbang,” ungkap Mahfud MD. Anggota Kompolnas Poengky Indarti menyampaikan, berdasarkan UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 38 ayat (1) huruf b, Kompolnas bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Ketika memberikan pertimbangan kepada Presiden, Kompolnas merujuk pasal 11 ayat (6) UU nomor 2 tahun 2002 maka calon Kapolri adalah perwira tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan karir.
Dia menerangkan, yang dimaksud dengan jenjang kepangkatan ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri. Sedangkan yang dimaksud dengan jenjang karir ialah pengalaman penugasan dari perwira tinggi calon Kapolri pada berbagai bidang profesi Kepolisian atau berbagai macam jabatan di Kepolisian. Nama-nama yang diajukan ke presiden, jelasnya, dipilih dengan merujuk pada dasar tersebut. Dalam menentukan pilihan, Kompolnas memerhatikan rekam jejak tiap nama. Selain itu, pihaknya juga menyerap masukan dari berbagai elemen masyarakat. Pendapat sejumlah senior para kandidat juga juga diterima. Dia menegaskan bahwa dalam proses penyaringan, Kompolnas bersikap independen dan obyektif.
“(Prosesnya) Smooth saja, tidak ada masalah. Jika ada masukan positif dan negatif tentang calon pasti akan kami cross check dengan sumber lain. Tidak langsung kami telan mentah-mentah,” kata Poengky, Kamis pekan lalu.
Calon Kapolri Harus Punya Chemistry dengan Presiden
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Nasional (Lemkapi) Edi Hasibuan menegaskan bahwa lima nama yang diajukan memiliki peluang yang sama untuk dipilih presiden. Lalu diajukan ke DPR untuk menjalani proses fit and proper test. Presiden, lanjut dia, memiliki kriteria sendiri untuk menentukan calon Kapolri. Salah satu syarat yang disebut Edi, yakni soal chemistry antara calon Kapolri dengan Presiden. Karena itu, bisa saja yang dipilih Presiden itu justru sosok yang berbeda dengan yang dipikirkan masyarakat.
“Jadi kita serahkan sepenuhnya kepada presiden. Menurut saya mereka sama-sama bagus,” ujar dia, pekan lalu.
Anggota Komisi III DPR RI Asrul Sani enggan berkomentar terkait siapkah sosok yang bakal dipilih Presiden. Dia menyampaikan bahwa pihaknya menghargai sepenuhnya hak prerogatif presiden. Menurut Politisi PPP ini, DPR dalam melalui Komisi III akan mengambil perannya setelah nama calon Kapolri sudah diajukan, yakni dalam fit and proper test. Terkait pertanyaan seputar nama calon Kapolri, dia menegaskan, Komisi III bukanlah pihak yang berwenang untuk menentukan TB1, sebutan lain Kapolri. “Soal siapa satu dari lima nama yang dikirim ke DPR, maka kami tidak ikut campur,” ujar Arsun singkat.
Adapun empat pati calon Kapolri lain memiliki beragam latar belakang dan rekam jejak beragam. Seperti, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar. Saat ini Boy Rafli masih berusia 55 tahun atau 3 tahun lagi menjelang masa pensiun. Boy Rafli merupakan lulusan Akpol 1988. Dia merupakan salah satu tokoh yang berpengalaman dan pernah menjabat jabatan sentral di Polri. Di antaranya, Kapolda Banten, Kadiv Humas Polri, Waklemdiklat Polri hingga kini menjadi Kepala BNPT.
Selanjutnya, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo. Perwira tinggi Polri kelahiran Ambon, Maluku itu masih berusia 51 tahun. Alumni Akpol 1991 melejit setelah sempat menjadi ajudan Presiden Jokowi. Ia juga pernah menjabat sebagai Kapolda Banten hingga menjadi Kadiv Propam Polri. Kemudian nama Komjen Arief Sulistyanto. Pria kelahiran Nganjuk, Jawa Timur ini merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1987. Saat ini dia bertugas sebagai Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri. Sebelumnya, Arief menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Dia pun pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat.
Terakhir, Komjen Agus Andrianto (Kabaharkam). Agus adalah seorang perwira tinggi Polri yang sejak 6 Desember 2019 menjabat sebagai Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri. Lulusan Akpol 1989 ini berpengalaman dalam bidang reserse. Pria kelahiran Blora Jawa Tengah ini pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Pasal 11 Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia mengatur soal pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Diantaranya mengamanatkan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya, Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden harus diberikan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam kurun waktu tersebut, calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota Komisi III asal Fraksi Demokrat Didik Mukrianto menyampaikan, sejauh ini pihaknya belum mendapat pemberitahuan tentang pengusulan Calon Kapolri dari Presiden. Dia berpandangan pengusulan tersebut harus segera dilakukan Presiden. Mengingat waktu yang kian sempit jika memperhatikan masa tugas Jenderal Idham Azis sebagai Kapolri.
Selain pertimbangan terkait masa tugas Idham, patut juga diperhatikan proses yang nantinya akan berjalan di DPR RI. mulai dari fit and proper test di Komisi III hingga pengambilan keputusan. Baik di Komisi III maupun di rapat paripurna terkait sikap DPR RI untuk menyetujui atau menolak usulan Presiden. “Pastinya pengusulan oleh Presiden ke DPR RI sedang dipersiapkan, dengan mempertimbangkan masukan dari Wanjakti Polri dan Kompolnas,” terangnya. Terkait diskusi publik yang cukup dinamis terkait Penggantian Kapolri ini, dia memandangnya sebagai bentuk kecintaan masyarakat terhadap kepolisian negara republik Indonesia. Sekaligus harapan besar masyarakat akan hadirnya Kepolisian yang lebih baik dalam pelaksanaan berbagai tugasnya.
(Source: merdeka.com)