Dilema Rapid Test; Spanduk berwarna biru mencuri perhatian. Bertuliskan harga paket rapid test covid-19. Terpasang di depan klinik. Lokasinya berada di deretan ruko perkantoran dan rumah makan bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Berikut telah dirangkum oleh Tim Support Priority Indonesia (Perusahaan Sepatu Kulit Militer POLRI Safety Tunggang Big Size) di bawah ini;
Harga tertera di spanduk cukup mencengangkan. Untuk sekali rapid test dikenakan Rp500.000. Sedangkan dua kali, cukup membayar Rp 900.000. Kami pun masuk. Mencoba melakukan rapid test di klinik empat lantai tersebut. Lantai bawah ukurannya tidak terlalu besar. Di dalamnya terdapat mesin ATM dan lift. Pada dinding lift terdapat tulisan tertulis informasi pelayanan rapid test berada di lantai 4. Luasnya sekitar 5 x 16 meter. Sebenarnya klinik itu juga melayani akupuntur, radiologist, vaksin, bahkan bisa pemeriksaan gigi.
Suasananya begitu tenang. Ruangannya juga bersih dan terang. Dinding ruangan didominasi warna putih dengan ornamen batik berwarna krem keemasan. Seorang wanita berbadan tinggi dan berhijab langsung menanyakan tujuan kami datang ke klinik. Lalu mengeluarkan kertas formulir pendaftaran rapid test tersebut. Kami tidak ditanya mengenai alasan kami melakukan rapid test. Kami kemudian mendatangi meja resepsionis. Posisinya persis di seberang lift. Kemudian menanyakan pendaftaran. Terdapat tiga pegawai wanita yang berada di balik meja itu. Tidak ada satu pun memakai alat pelindung diri. Hanya ada satu orang saja yang memakai masker, sisanya tidak.
Di formulir itu pula terdapat tabel berisi sejumlah pernyataan mengenai kebiasaan dan kondisi alami selama beberapa waktu terakhir. Lalu seorang perawat mengarahkan ke ruang tunggu. Diminta untuk bersantai. Kebeutulan di dalam ruangan terdapat televisi berukuran sekitar 48 inch. Pada bagian dinding depan sofa, ada lemari diiisi pajangan dam tiga piagam dalam bingkai Selain itu juga ada perosotan mainan anak. Ada juga timbangan yang terletak tepat di sebelah mainan anak. “Ini klinik keluarga, jadi kalau datang sekeluarga sekalian, semua anggota keluarganya bisa diperiksa,” ujar dokter pemilik klinik itu ketika berbincang dengan merdeka.com pada Sabtu pekan lalu.
Klinik itu sudah berdiri sejak tahun 2011. Didirikan seorang dokter wanita berlatar belakang spesialis hormonal yang usianya sudah memasuki 40 tahun. Dokter tersebut dibantu dua orang dokter pria. Mereka dokter gigi dan radiologi. Di klinik ini juga disediakan pelayanan swab test. Biayanya Rp2 juta. Dokter pemilik klinik itu menyebut harga mesin swab test miliaran rupiah. Hasil pemeriksaan swabnya nanti akan dikirim ke laboratorium Kalgen berada di Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Tidak lama menunggu, kami diminta masuk ke ruangan pengambilan darah. Semua dilakukan steril. Dalam keadaan duduk, darah diambil menggunakan jarum suntik di area lengan kanan.
Dilema Rapid Test
Metode digunakan berbeda. Darah tidak diambil dari ujung jari. Darah disedot dari pembuluh darah. Menurut perawat itu, metode pengambilan darah diyakini lebih akurat dibandingkan dengan metode pengambilan darah melalui ujung jari. Alat rapid test kit juga disiapkan. Diperlihatkan kepada kami. Bentuknya kecil berwarna putih. Sebelum darah diambil, kami menanyakan terkait keamanannya. Perawat tersebut meyakinkan bahwa alat di klinik tempat kerjanya sudah aman. “Ini kita juga belinya dari distributor dalam negeri. Tidak berani impor dari luar,” ujar perawat tersebut.
Adanya regulasi terbaru Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 membuat bermunculan klinik penyedia jasa rapid test. Aturan itu mengharuskan masyarakat melampirkan hasil tes kesehatan ketika melakukan perjalanan menggunakan transportasi publik. Keputusan itu sesuai surat edaran Nomor 9 Tahun 2020 dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Surat rekomendasi itu berlaku sampai 14 hari ke depan. Banyak alat rapid test yang beredar di klinik maupun rumah sakit non rujukan, diduga berasal dari impor. Alat itu juga tidak melalui perizinan dari Kementerian Kesehatan. Pengambilan darah tidak berlangsung lama. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung kecil. Selanjutnya dimasukkan ke alat tempat pengujian. Seorang perawat yang menangani kami menjelaskan, darah diambil tadi akan diteteskan serum. Kemudian akan memberi reaksi menunjukkan hasilnya. Metode digunakan melalui antigen
Memang belakangan banyak orang melakukan rapid test di klinik tersebut. Bisa 10 orang per hari. Kebanyakan mereka akan ke luar kota maupun untuk melamar kerja. Kurang lebih butuh waktu dua jam menunggu hasil rapid test. Semua hasil sedang dites di laboratorium kecil berada di sebelah ruangan tempat kami diambil darah tadi. Bersyukur, setelah lama menunggu hasil rapid test kami negatif. Setelah itu kamu diminta untuk menyelesaikan pembayaran. Sesuai dengan tulisan di spanduk depan klinik, kami membayar sebesar Rp 500 ribu. Bisa dibayarkan dengan debit maupun metode uang digital lainnya. Setelah proses pembayaran selesai, penulis diberikan amplop berisi surat hasil pemeriksaan rapid test. Kemudian surat dokter yang menyatakan bahwa kami non reaktif terhadap Covid-19. Di balik surat dokter itu terdapat kantung bening yang berisi alat rapid kit kecil berwarna putih. Kemudian kertas terakhir merupakan kertas bukti pembayaran.
Dilema Rapid Test
Bisnis Rapid Test
Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menyadari adanya fenomena banyak penyedia jasa maupun penjual alat rapid test. Sehingga perlu kontrol dari masyarakat hingga penegak hukum. Meskipun harus diakui tidak bisa dilakukan semena-mena. Tidak bisa semua memakai penegakan hukum. Fokus tim gugus tugas sejauh ini merasa lebih baik melakukan edukasi kesehatan hingga masyarakatnya mengerti. Walaupun harus disadari munculnya bisnis rapid test juga berasal dari masyarakat. Apalagi mudahnya mendapat alat rapid tes di aplikasi jual beli.
“Yang menjadikan bisnis itu siapa, ya masyarakat sendiri dengan beli online. Jadi tidak ada gunanya dia melakukan test sendiri, karena memang tidak boleh. Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan,” kata Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Covid-19 Prof Wiku Adisasmito kepada merdeka.com. Terkait aturan melampirkan hasil rapid test sebelum melakukan bepergian, Prof Wiku menegaskan ini merupakan bagian dari pencegahan. Tentu bila nantinya setiap orang akan ditanyakan petugas kesehatan alasan melakukan rapid test. Keberadaan penyedia jasa dan penjual alat rapid test juga disayangkan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI). Mereka melihat adanya polemik terkait dengan bisnis baru dunia medis ini, berawal dari surat edaran gugus tugas. Ini terkait prasyarat mobilitas terutama bagi yang akan menaiki pesawat. Sebab masyarakat pada akhirnya memburu fasilitas yang mengadakan rapid test.
Dilema Rapid Test
Dewan Pakar IAKMI, Dr.Hermawan Saputra, menyebut kehadiran bisnis ini dikarenakan adanya hukum ekonomi supply and demand. Ketika ada permintaan melonjak dan tinggi, pelayanan rapid test terbatas, justru membuat harga akan ikut naik. Padahal rapid test mulanya berkaitan dengan penyelidikan epidemiologi. Akibat adanya kebijakan syarat rapid test sebelum melakukan perjalanan, justru berubah menjadi kebutuhan masyarakat. “Hal ini yang menyebabkan sehingga harga pun jadi ikut lebih besar dari yang seharusnya,” jelas Hermawan.
Seharusnya rapid dilakukan pemerintah dan gratis. Lantaran sudah menjadi kebutuhan masyarakat maka banyak rumah sakit swasta maupun non rujukan covid-19, bisa ikut memberikan pelayanan pemeriksaan lantaran. Idealnya, lanjut dia, seharusnya rumah sakit ditunjuk sebagai penyelenggara pelayanan dan rujukan covid-19 dari pemerintah, seharusnya bisa mengadakan rapid test gratis. Tujuannya untuk membuat peta epidemiologis menjadi lebih sempit. Sehingga tindakan strategi arah kebijakan tepat sasaran. “Itulah kepentingan rapid diagnostic test.”
(Source: Merdeka.com)