Harapan Besar Vaksin Covid19; Dalam sepekan terakhir, dua perusahaan obat dunia yang ikut mengembangkan vaksin virus corona mengumumkan vaksin yang dikembangkannya memiliki efektivitas di atas 90 persen. Pekan lalu, Pfizer mengumumkan vaksin yang dikembangkan bersama perusahaan farmasi Jerman BioNTech memiliki efektivitas di atas 90 persen. Kabar ini disambut gembira, diharapkan menjadi jalan untuk mengakhiri pandemi virus corona yang melanda dunia hampir setahun ini.
Menyusul Pfizer, Rusia mengumumkan vaksin Sputnik V yang dikembangkannya memiliki efektivitas 92 persen, menurut hasil uji coba sementara. Sepekan kemudian, kabar gembira juga diumumkan perusahaan farmasi Amerika Serikat, Moderna, menyampaikan vaksin yang dikembangkan memiliki efektivitas 94,5 persen, berdasarkan hasil analisis Fase 3. Berikut yang telah dirangkum oleh Tim Support Priority Indonesia (Perusahaan Sepatu Kulit Militer POLRI Safety Tunggang) dibawah ini;
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan efektivitas vaksin?
Dikutip dari AP, Selasa (17/11), efektivitas ini mengacu pada kemungkinan suntikan vaksin pada manusia akan berhasil mencegah virus corona atau penyakit yang disebabkan virus tersebut, Covid-19. Dua pengembang vaksin mengatakan, hasil awal dari penelitian tahap akhir menunjukkan vaksin eksperimental mereka sangat protektif. Moderna pekan ini mengatakan vaksinnya hampir 95 persen efektif. Sementara Pfizer lebih dulu mengumumkan efektivitas vaksinnya yang di atas 90 persen.
Angka efektivitas akan berubah seiring dengan berlanjutnya penelitian vaksin sejak penghitungan awal didasarkan pada kurang dari 100 kasus Covid-19 di setiap penelitian. Tetapi hasil awal memberikan sinyal kuat bahwa vaksin dapat mencegah sebagian besar penyakit ketika banyak orang yang divaksinasi. Pejabat kesehatan AS mengatakan vaksin virus corona setidaknya memiliki efektivitas 50 persen sebelum mereka mempertimbangkan persetujuan untuk penggunaannya. Ada kekhawatiran vaksin virus corona mungkin sama efektifnya dengan vaksin flu, yang berkisar antara 20 persen hingga 60 persen efektif dalam beberapa tahun terakhir.
Selain tingginya efektivitas ini, para ilmuwan juga perlu memahami seberapa baik vaksin melindungi orang-orang dalam kelompok usia dan kategori demografis yang berbeda. Untuk kedua vaksin yaitu Pfizer dan Moderna, hasil sementara didasarkan pada orang yang memiliki gejala Covid-19. Artinya belum diketahui apakah seseorang yang telah divaksinasi masih bisa terinfeksi – meskipun mereka tidak menunjukkan gejala – dan menyebarkan virus. Juga tidak diketahui apakah suntikan akan memberikan perlindungan yang awet atau apakah diperlukan penguat.
Kemajuan Teknologi & Sokongan Dana Besar Mungkinkan Pembuatan Vaksin Covid Dipercepat
Banyak pihak masih meragukan proses pengembangan vaksin Covid-19. Sebab, dianggap terlalu cepat. Padahal, proses percepatan ini sangat memungkinkan lewat dukungan teknologi dan ketersediaan dana. “Kenapa bisa cepat vaksin Covid-19, (padahal) dalam keadaan normal dilakukan lebih lama. Karena sekarang teknologi sudah maju, biaya ada, sehingga semua dilakukan paralel. Bahkan infrastrukturnya sudah mulai diadakan (lebih lengkap),” papar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Cissy Kartasasmita, dalam diskusi ‘Keamanan Vaksin dan Menjawab Mitos dengan Fakta’ yang diselenggarakan di Media Center Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (16/11).
Dia mengemukakan, sebelumnya pengembangan vaksin memang membutuhkan waktu 5-10 tahun hingga akhirnya bisa digunakan oleh masyarakat luas. Sebab, vaksin harus melalui serangkaian tahapan hingga akhirnya mengantongi jaminan keamanan dari lembaga kesehatan negara atau dunia. “Kandidat vaksin, dilakukan dulu praklinis, disuntikkan kepada binatang. Tetapi ini tidak boleh sembarangan menyuntikkan pada binatang,” jelasnya. Setelah dipastikan tidak ada efek samping, tahapan pengujian masuk pada fase I yang melibatkan 20-100 relawan. Jika tidak ada efek samping, tahapan naik ke fase II dengan 40 -1.000 relawan untuk melihat efektivitasnya pada lebih banyak orang.
“Kemudian dilakukan fase III, dicek keamanan pada jumlah yang lebih banyak. Apakah ada efek samping yang ketemu kalau jumlah yang disuntikan banyak. Jumlahnya sampai puluhan ribu untuk relawannya,” tekannya. Tahapan pun tidak berhenti sampai di sini karena pemerintah dan lembaga terkait akan terus mengawasi dan mengevaluasi efektivitas ketika vaksinasi sudah dilakukan. Terkait dengan efek samping vaksin COVID-19 yang telah diuji coba pada ratusan relawan di Indonesia, dia mengatakan tidak ditemukan efek samping berat dari penyuntikan vaksin tersebut. Ditambahkannya lebih lanjut, penetapan prioritas vaksinasi COVID-19 didasarkan atas kebutuhan dan jumlah vaksinnya yang masih sangat terbatas. Pemerintah sendiri menetapkan mereka yang bertugas di garda terdepan seperti tenaga kesehatan dan kepolisian- menjadi kelompok prioritas yang akan diberikan vaksin Covid-19.
Vaksin Covid-19 Kunci Pulihkan Industri Penerbangan dan Pariwisata
Keberadaan vaksin yang efektif dan aman akan memberi dampak positif bagi masyarakat agar dapat kembali beraktivitas secara normal, termasuk melakukan penerbangan. Vaksin sendiri bertujuan mencegah seseorang untuk sakit dengan cara membangun kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Vaksin terbukti mengurangi angka kesakitan dan kematian. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan Indonesia (PERDOSPI), Wawan Mulyawan, mengapresiasi keberadaan vaksin sebagai suatu hal yang sangat positif.
“PERDOSPI sebagai asosiasi yang tergabung dalam IDI (Ikatan Dokter Indonesia) berkewajiban untuk membantu pemerintah menyampaikan informasi yang benar terkait vaksin sehingga masyarakat menjadi ‘well-informed’ dan pada akhirnya, jika vaksin ini efektif, akan memberikan rasa aman bagi masyarakat untuk bepergian, termasuk dengan transportasi udara,” kata Wawan ditulis Sabtu (14/11).
Dunia penerbangan akan sangat terbantu dengan hadirnya vaksin ini. Keefektifan dan keamanannya, akan mengembalikan secara bertahap keberanian masyarakat untuk bepergian dengan pesawat terbang. Pada akhirnya, semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan pesawat untuk perjalanannya akan dapat memberikan darah baru bagi industri penerbangan yang saat ini mengalami kontraksi keterpurukan yang dalam. “Jika industri penerbangan mulai pulih, maka dampaknya pada ekonomi Indonesia akan luar biasa,” ujarnya. “Karena selain pergerakan masyarakat untuk kegiatan bisnis dan pariwisata akan kian meningkat, juga kegiatan pergerakan barang dan logistik lainnya yang memerlukan waktu cepat akan meningkat pula. Maka pemulihan ekonomi yang diupayakan pemerintah akan bisa lebih cepat,” jelas Wawan.
Pengusaha Dukung Upaya Penyediaan Vaksin Pemerintah
Begitu pula disampaikan Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dewantoro. Dirinya sangat mendukung pemerintah yang saat ini tengah berupaya menyediakan vaksin Covid-19 karena dapat membangkitkan ekonomi Indonesia, terutama di sektor pariwisata. “Vaksin bisa membuat masyarakat lebih percaya diri untuk mulai beraktivitas normal dan tidak ragu-ragu berkunjung ke daerah wisata,” jelas Dewantoro. Dewantoro juga mengatakan bahwa vaksin yang aman dan efektif dapat kembali menghidupkan ekosistem pariwisata seperti industri penerbangan, hotel, rumah makan, pemandu wisata dan agen perjalanan. “Saya dukung pemerintah untuk menghadirkan vaksin COVID-19 karena saya memperkirakan jika ada vaksin COVID-19 dapat memulihkan pariwisata NTB hingga 50 persen dan pasti secara bertahap membaik,” kata Dewantoro optimistis.
lmuwan Pencipta Vaksin Covid-19 Harap Kehidupan Normal Kembali Tahun Depan
Jika vaksinasi virus corona diluncurkan secara luas, kehidupan dapat kembali “normal” pada musim dingin mendatang. Demikian disampaikan salah satu ilmuwan yang mengembangkan vaksin virus corona kemarin. Ugur Sahin, salah satu pendiri perusahaan Jerman BioNTech mengatakan kepada The Andrew Marr Show BBC, “musim dingin ini akan berat”, tanpa dampak besar dari vaksinasi. Bersama dengan perusahaan farmasi raksasa AS, Pfizer, BioNTech sedang mengembangkan kandidat vaksin. Israel telah memesan jutaan unit vaksin, berharap pengiriman pertama akan tiba di negara itu pada Januari. “Jika semua berjalan lancar, kami akan mulai mengirimkan vaksin pada akhir tahun ini, atau awal tahun depan,” jelas Sahin, dikutip dari Times of Israel, Senin (16/11).
“Target kami adalah memberikan lebih dari 300 juta dosis pada April tahun depan, yang sudah dapat berdampak,” lanjutnya. Sahin memperkirakan, tingkat infeksi akan turun di musim panas. Dia juga mengatakan vaksinasi sangat penting dilakukan pada musim gugur. Dia mengatakan, sejumlah perusahaan yang mengembangkan vaksin sedang berupaya meningkatkan pasokan. “Jadi, kami bisa mengalami musim dingin normal (tahun) berikutnya,” ujarnya. Sahin dan istrinya Ozlem Tureci mendirikan BioNTech di kota Mainz di Jerman barat pada tahun 2008. BioNTech sekarang bernilai USD 25,8 miliar. Setelah mengidentifikasi cetak biru vaksin yang menjanjikan, perusahaan ini menjalin kemitraan dengan Pfizer pada Maret. Vaksin yang dikembangkan kedua perusahaan ini dilaporkan memiliki efektivitas lebih dari 90 persen.
Sejumlah negara telah memesan jutaan dosis vaksin, di antaranya Israel dan Uni Eropa. Pada Jumat lalu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengumumkan Israel telah menandatangani kesepakatan dengan Pfizer untuk membeli jutaan suntikan vaksin virus corona. Sebagai bagian dari perjanjian dengan Pfizer, Netanyahu mengatakan Israel akan menerima 8 juta dosis vaksin, cukup untuk 4 juta orang Israel. Netanyahu berharap Pfizer akan mulai memasok vaksin pada Januari, menunggu otorisasi dari pejabat kesehatan di Amerika Serikat dan Israel.
(Source: Merdeka.com)