Huru-Hara di Angkatan Udara: Serangan Prajurit saat Pelantikan Pimpinan AURI; Tahun 1950-an adalah salah satu periode dalam sejarah yang penuh kemelut dan huru-hara. Pada periode ini, negara Indonesia berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Kondisi ini menyebabkan instabilitas politik dan menimbulkan perpecahan di mana-mana. Termasuk di kalangan Angkatan Udara.
Pagi hari, tepatnya 14 Desember 1955, di Pangkalan Udara Cililitan (kini Halim Perdanakusuma), Komodor Muda Udara Hubertos Suyono hendak dilantik menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Udara Indonesia (AURI). Pelantikan dilakukan oleh Menteri Pertahanan RI Burhanudin Harahap.
Dalam upacara tersebut tampak hadir Komodor Udara Wiweko Supono. Ketika Komodor Suyono hendak membacakan sumpahnya, tiba-tiba 25 orang prajurit dari pasukan kehormatan pembawa panji-panji Angkatan Udara bersama-sama maju dan berteriak.
“Tidak setuju, tidak setuju!” secara beramai-ramai meninggalkan barisan.
Selang beberapa menit, Sersan Angkatan Udara Kalebos menyerang Komodor Udara Wiweko Supeno. Aksi penyerangan ini coba dihentikan oleh rekan-rekan AURI yang lainnya. Sehingga tidak berakibat fatal bagi Komodor Wiweko Supeno. Seorang bintara yang ikut melakukan penyerangan terhadap perwira tingginya, dikenakan hukuman yang berat.
Dalam buku Pemberontak Tak (Selalu) Salah: Seratus Pembangkangan di Nusantara, upacara pelantikan tidak dapat dilanjutkan. Bagi Burhanudin Harahap, upacara tidak sah tanpa adanya panji-panji. Sebab saat itu, panji-panji dikabarkan disembunyikan.
Peristiwa 14 Desember 1955 menunjukkan ke mata publik, internal AURI tidak baik-baik saja. Menyisakan masalah dan pertentangan antarkubu. Penyerang Wiweko Supono seolah ingin mengirim pesan penting. Kepemimpinan AURI sangat penting bagi para tamtama dan bintara. Penyerangan bisa terjadi kepada pemimpin yang tidak memuaskan bagi mereka.
Awal Mula Perpecahan
Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI dijelaskan, awal mula permasalahan peristiwa 14 Desember 1955 itu adalah pertentangan internal dalam Angkatan Udara yang sudah timbul sejak awal tahun 1950. Pada 28–29 Januari 1950, atas inisiatif dari Komodor dr. Hardjolukito diadakan sebuah rapat guna membahas masalah-masalah yang dihadapi Angkatan Udara. Rapat dihadiri 10 perwira senior AURI dan dipimpin Komodor Muda Suyono.
Di waktu hampir bersamaan, rapat serupa dilaksanakan di Bandung. Dari tanggal 30 Januari sampai 9 Februari 1950. Dipimpin Komodor Muda Wiweko. Dalam rapat tersebut, pimpinan AURI yakni Kasau Suryadi Suryadarma dianggap tidak memiliki kebijaksanaan yang tegas.
Selanjutnya, pada tanggal 2 Juli dan 12 Juli tahun 1952 kembali diselenggarakan rapat. sebagai pimpinan rapat, Komodor Suyono membahas masalah pendidikan dan penerbangan. Terjadinya rentetan rapat menunjukkan adanya ketidakpercayaan para perwira senior terhadap Kasau Suryadi Suryadarma. Boleh dikatakan terdapat dua kubu, yakni yang mendukung dan menentang Kasau.
Bung Karno Turun Tangan
Pro dan kontra menyelimuti sosok Kasau Suryadarma. Polemik ini sampai ke telinga Presiden Sukarno. Bung Karno turun gunung menyelesaikannya. Sebagai panglima tertinggi, Bung Karno berpidato di hadapan para perwira AURI. Didampingi Marsekal Suryadi dan Komodor Noordraven.
Dalam pidatonya, Bung Karno mengaku menerima surat pengunduran diri Kasau sebagai solusi menyelesaikan masalah internal Angkatan Udara. Akan tetapi, Bung Karno menolak surat pengunduran tersebut.
Di tengah tak harmonisnya hubungan di internal AURI, Komodor Suyono mengumpulkan para perwira pada 30 Oktober 1952. Aktivitas Suyono yang kerap mengadakan rapat tersebut membuat gerah Kasau. Kasau memanggil Komodor Suyono dan menerbitkan perintah untuk keluar negeri pada 11 Mei 1953.
Suyono merasa perintah itu sebagai hukuman. Dia meminta izin kepada Kasau untuk menerbitkan surat pengaduan kepada Menteri Pertahanan. Kasau Suryadarma mengizinkan. Suyono tidak hanya mengirim tembusan surat kepada Menteri Pertahanan, tetapi juga sampai ke parlemen (DPRS).
Hukuman untuk Suyono
Masalah bertambah panjang. Beberapa perwira muda tampak frustasi dengan konflik internal yang berkepanjangan. Mereka akhirnya mengundurkan diri. Semua permohonan pengunduran diri ditolak Kasau.
Kabinet Ali Sastroamidjodjo juga mempertahankan Kasau Suryadarma. Sementara itu, Suyono CS yang tidak menyetejui keputusan itu diizinkan untuk meninggalkan AURI. Tak hanya itu. Komodor Suyono dijatuhi hukuman tahanan.
Mengenai penyelesaian peristiwa Halim serta masalah internal AURI, Menteri Pertahanan Burhanuddin Harahap mengeluarkan pengumuman penyelesaian permasalahan tersebut ke dalam dua bagian.
Pertama, masalah yang terjadi di pangkalan Halim diselesaikan oleh Jaksa Tentara Agung. Kedua, menyempurnakan AURI dalam arti yang luas. Ditugaskan kepada Gabungan Kepala Staf (GKS) yang dipimpin oleh Kasad Mayor Jenderal A. H. Nasution diberi kebebasan membentuk panitia khusus.
Dalam buku Sejarah TNI Jilid II dijelaskan, GKS dibentuk berdasarkan UU Pertahanan Negara No. 29 tahun 1954 dan diatur lebih lanjut dalam PP No. 11 tahun 1955. Gabungan Kepala Staf (GKS) terdiri dari Kasad, Kasal, dan Kasau sebagai anggotanya, sedangkan ketuanya dijabat oleh salah seorang dari kepala tersebut secara bergilir.
(Source: Merdeka.com)