Jenderal TNI Panggil Anak Buahnya yang Sudah Jadi Petani, Diberi Bintang Sakti

Jenderal TNI Panggil Anak Buahnya yang Sudah Jadi Petani, Diberi Bintang Sakti

Jenderal TNI Panggil Anak Buahnya yang Sudah Jadi Petani, Diberi Bintang Sakti; Seorang panglima Kodam Siliwangi memberikan penghargaan tinggi kepada prajuritnya yang berjasa besar, namun nyaris terlupakan. Pada 24 Maret 2023, di halaman Facebook-nya, Prabowo Subianto berkisah tentang almarhum Letnan Jenderal (Purn) Himawan Soetanto. Menurut Menteri Pertahanan Republik Indonesia itu, Himawan adalah salah satu seniornya yang memiliki wawasan pemikiran luas. Bisa jadi itu dikarenakan sang jenderal sangat gemar membaca buku-buku sejarah.

“Di rumahnya terdapat banyak buku. Kalau bertemu, beliau selalu berdiskusi tentang buku dengan saya,” ujar Prabowo.

Namun yang paling mengesankan bagi Prabowo, Himawan selalu berusaha dekat dengan anak buahnya. Bisa jadi karena kedekatan itu, sang jenderal selalu mengingat nama anak buahnya, terutama yang pernah memiliki jasa dan prestasi menonjol.

Bintang Sakti
Ceritanya, saat baru diangkat menjadi panglima Komando Daerah Militer VI Siliwangi pada 1975, Himawan sempat melihat daftar para prajurit Siliwangi yang mendapat Bintang Sakti, sebuah anugerah tertinggi bagi seorang prajurit TNI.

Alangkah terkejutnya dia, saat menemukan nama Letnan Dua Ruchiat disebutkan belum menerima Bintang Sakti-nya. Alasannya saat itu, keburu memasuki masa pensiun.

Ruchiat adalah eks komandan Kompi 2, Batalyon 320, Brigade Infanteri 15/Tirtayasa, Banten. Dia seorang prajurit Siliwangi yang sudah berjuang sejak era 1945 melawan Jepang, Inggris dan Belanda dan kemudian menghadapi berbagai pemberontakan di dalam negeri, seperti APRA, DI/TII, PRRI dan lain-lain.

Ketika masih berpangkat pembantu letnan dua, Ruchiat dan peletonnya ditugaskan memburu Dr. Soumokil, pentolan Republik Maluku Selatan (RMS). Tugas itu dilaksanakanya secara baik. Soumokil berhasil ditangkap di Pula Ceram pada 1963. Karena jasanya yang ikut mengharumkan nama Siliwangi itu, maka dia berhak mendapat Bintang Sakti.

Tentara yang Mencangkul Sawah
Persoalannya, Ruchiat saat itu tak diketahui rimbanya. Namun Himawan masih ingat, eks anak buahnya itu adalah orang Surade, Sukabumi Selatan. Maka tanpa menunggu waktu lama, dia meminta Letnan Kolonel Pratikto (Komandan Distrik Militer Sukabumi) untuk mencari Ruchiat ke Surade.

Setelah lama dicari, akhirnya Ruchiat ditemukan. Dia telah menjadi seorang petani. Saat ditemui oleh Dandim Sukabumi, Ruchiat tengah mencangkul di sawah. Sikap militernya, apalagi sikap sebagai seorang perwira, sudah tak tampak lagi dalam diri lelaki sederhana itu.

“Aduh, aya naon nya? Gaduh kalepatan naon abdi teh? (Aduh, ada apa ya? Punya salah apa saya ya)” ujarnya saat disampaikan oleh Dandim bahwa dia dipanggil Pangdam Siliwangi ke Bandung.
“Saya tidak tahu. Ikut sajalah dengan kami, bawa pakaian seperlunya,” jawab Dandim.

Singkat cerita, sampailah Ruchiat di hadapan Pangdam. Pensiunan perwira pertama itu jelas sekali sudah ‘kehilangan’ watak militernya. Dengan gugup, dia menyorongkan ke dua tangannya (khas salam orang Sunda) ke hadapan Himawan

“Abdi teh bade dikumahakeun, Bapak Panglima? (Saya ini mau diapakan, Bapak Panglima?)” tanyanya dalam nada gemetar.

Himawan tertawa. “Maneh moal dikukumaha, Ruchiat (kamu tidak akan diapa-apakan, Ruchiat). Kamu malah akan diberikan penghargaan tinggi oleh pemerintah. Karena jasa besarmu yang dulu berhasil menangkap Soumokil di Pulau Ceram, kamu akan dikasih Bintang Sakti,” jawab Himawan.

Alih-alih gembira, Ruchiat sejenak seperti terbius. Tampak sekali pikirannya sedang bekerja keras untuk ‘kembali’ ke masa lalu. Tiba-tiba dia menegakan badannya, berusaha bersikap sempurna seraya memberi salut militer kepada Himawan. Tangannya terlihat masih gemetar, kendati sirat kebanggan terbaca di raut wajahnya.

“Siap, Bapak Panglima!” teriaknya.

Panglima yang Tak Lupa Jasa Tentaranya
Usai pemberitahuan itu, Ruchat masih beberapa kali bertanya lagi kepada Himawan: apakah penghargaan itu sudah benar? Tidak salah orang? Himawan lagi-lagi tertawa mendengar kepolosan anak buahnya yang sekarang sudah menjadi orang desa yang lugu.

“Nya bener atuh, Ruchiat. Pan nu ngomongna oge langsung aing, panglima maneh! (Iya tentu saja benar, Ruchiat. Kan kamu tahu yang bicara langsung saya, panglima kamu)” jawab Himawan.

“Aduh upami kitu mah, haturnuhun pisan Bapak Panglima. Masih emutkeneh ka abdi (Aduh kalau seperti itu, terimakasih banyak Bapak Panglima. Masih ingat kepada saya)” ujar Ruchiat.

“Pastinya tidak akan lupa, Ruchiat. Siliwangi akan selalu mengingat dan menghormati warganya yang pernah berjasa besar mengharumkan namanya,” ungkap Himawan.

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 065/TK/TH 1970, maka bertepatan dengan hari ulang tahun Siliwangi yang ke-29 (20 Mei 1975), Letnan Dua (Purn) Ruchiat berhak mendapatkan Bintang Sakti atas keberaniannya dan keberhasilannya menangkap Dr. Soumokil (pimpinan RMS) di Pulau Ceram pada 1 Desember 1963.

Kisah Letnan Dua (Purn) Ruchiat ini sempat dikisahkan pula dalam biografi Letnan Jenderal (Purn) Himawan Soetanto yang berjudul Menjadi TNI (disusun oleh Daud Sinjal dan Atmadji Sumarkidjo) yang terbit pada 2009. Setahun kemudian, sang panglima yang selalu dekat dengan anak buahnya itu, meninggal dunia di Jakarta.

(Source: merdeka.com)